Profil Bale Juroeng

Bale Juroeng

Bale Juroeng adalah sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat, berdiri 6 April 1999 di Langsa, Aceh dengan aktivitas utama dibidang Lingkungan Hidup dan Budaya, berbasiskan pada masyarakat, tidak mengambil untung, melakukan kegiatan secara swadaya, juga dapat melakukan kerjasama dengan lembaga pemerintah, organisasi, dunia usaha, dan individu di dalam dan luar negeri dengan tatanan kerja saling menghormati dan dapat diperc

Aktivitas Bale Juroeng

Bale Juroeng dalam melakukan aktivitas kegiatannya, menjunjung tinggi kearifan lokal, tidak melanggar etika beragama, budaya, suku dan antar golongan, bekerja sesuai kemampuan sumber daya manusia yang kami miliki, dan memastikan pekerjaan tersebut dapat bermanfaat bagi kelestarian lingkungan dan budaya di wilayah kerja.


Tujuan Kami

  • Mendukung rakyat dan masyarakat serta negara untuk menentukan masa depan pengelolaan lingkungan dan budaya secara berkelanjutan.
  • Memastikan bahwa setiap kegiatan dari dana hibah berjalan sesuai perencanaan sehingga bermanfaat bagi lingkungan yang tepat dan kegiatan tersebut dijalankan sesuai dengan arahan lingkungan, tata cara, sifat sosial dan budaya lokal.


09 Februari 2009

MANGROVE INFORMATION CENTER (MIC)


Mangrove di Aceh
Mangrove di Indonesia dikenal dengan nama pohon bakau adalah jenis tegakan pohon yang tumbuh di daerah tropis pesisir pantai. Pohon bakau atau di daerah Aceh disebut dengan bak bangka merupakan jenis tanaman pohon pantai yang menandakan timbal balik kehidupan masyarakat nelayan dengan lingkungan tempat tinggal mereka. Indonesia dengan luas hutan pantai mencapai 4 juta hektar di perkirakan memiliki hutan mangrove terluas di dunia, dan di perkirakan hanya menyisakan tidak lebih dari 15 % dari kawasan tersebut relatif masih dalam kondisi baik. Ada banyak pendapat ahli botani untuk menyebutkan jumlah species mangrove dan secara umum ada 52 jenis mangrove di dunia saat ini.

Daerah sebaran hutan mangrove di Indonesia tersebar dari Sabang sampai Mauroke, dan hanya sedikit menyisakan tegakan relatif masih baik , diantaranya di pulau Sumatera hutan asli mangrove tersisa yaitu di pantai timur dan barat Aceh, pantai timur Langkat-Sumatera Utara, pesisir pantai Riau, Jambi, Sumatera Selatan dan menipis penyebarannya di provinsi Lampung, sedangkan di pantai barat pulau Sumatera tegakan asli hutan mangrove hanya di pulau-pulau Samudra Indonesia dengan kondisi relatif masih baik, yaitu di pulau Simeulu-Aceh, Nias-Sumatera Utara dan Kepulauan Mentawai.
Pesisir pantai Aceh Timur, Langsa dan Aceh Tamiang adalah surga nya tanaman mangrove di pesisir pantai Aceh, tidak kurang dari 76.000 ha luas kawasan hutan mangrove di ke tiga daerah tersebut dan memiliki 40 jenis koleksi tanaman mangrove, tetapi ini cerita di masa lalu, sekarang kondisi hutan mangrove di daerah ini hanya menyisakan 10 % tegakan hutan mangrove masih dalam kondisi relatif baik, kerusakan hutan mangrove di daerah ini di awali dengan produksi arang bakau yaitu tepatnya di tepian alur Rantau Panyang Bayeun-Aceh Timur pada tahun 1922 telah berdiri “Dapur Arang”, secara signifikan dapur arang memang bukan penyebab utama kerusakan hutan mangrove, akan tetapi pembukaan tambak konvensional di tahun 1980-an secara besar-besaran lah penyebab utama kehancuran hutan mangrove di daerah ini, pembukaan tambak tersebut juga penyebab utama kehancuran hutan mangrove di seluruh Indonesia.

Mangrove Information Center (MIC)

Ada kata bijak bagi relawan lingkungan "mulailah berbuat sesuatu untuk memperbaiki pengelolaan lingkungan, sekecil apapun aktivitas kita pasti pada suatu saat akan memberikan hasil di masa mendatang“, mulailah..... artinya jangan menunda, dan selanjutnya pada kawasan seluas 10 ha di desa Aramiyah, Kecamatan Birem Bayeun, Kabupaten Aceh Timur atas dana Hibah Diakonie Katastrophenhilfe (DKH) Germany dalam program Rehabilitasi dan Rekonstruksi paska bencana tsunami di Aceh-Nias kami LSM Bale Juroeng dipercayakan untuk melaksanakan kegiatan perbaikan hutan mangrove dengan konsep pendirian Mangrove Information Center (MIC).

MIC adalah Pilot Project dengan tujuan mengelola hutan mangrove secara berkelanjutan dalam suatu kawasan terpadu, secara umum di lokasi ini secara bertahap akan memiliki koleksi 40 jenis tanaman mangrove asli hutan Aceh dan terdapat 1 ha lahan tambak parit (sylvofishery) yaitu tambak berwawasan ramah lingkungan yang jauh berbeda dengan tambak konvensional dimana cendrung lahan tambak bebas dari tumbuhan mangrove, diganti dengan model tambak berupa alur-alur/parit yang di tanami dengan pohon bakau di sisi kiri dan kanan bantaran parit sehingga 40 % sampai 50 % tambak ditanami tanaman bakau.

Iskandar Haka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar