Profil Bale Juroeng

Bale Juroeng

Bale Juroeng adalah sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat, berdiri 6 April 1999 di Langsa, Aceh dengan aktivitas utama dibidang Lingkungan Hidup dan Budaya, berbasiskan pada masyarakat, tidak mengambil untung, melakukan kegiatan secara swadaya, juga dapat melakukan kerjasama dengan lembaga pemerintah, organisasi, dunia usaha, dan individu di dalam dan luar negeri dengan tatanan kerja saling menghormati dan dapat diperc

Aktivitas Bale Juroeng

Bale Juroeng dalam melakukan aktivitas kegiatannya, menjunjung tinggi kearifan lokal, tidak melanggar etika beragama, budaya, suku dan antar golongan, bekerja sesuai kemampuan sumber daya manusia yang kami miliki, dan memastikan pekerjaan tersebut dapat bermanfaat bagi kelestarian lingkungan dan budaya di wilayah kerja.


Tujuan Kami

  • Mendukung rakyat dan masyarakat serta negara untuk menentukan masa depan pengelolaan lingkungan dan budaya secara berkelanjutan.
  • Memastikan bahwa setiap kegiatan dari dana hibah berjalan sesuai perencanaan sehingga bermanfaat bagi lingkungan yang tepat dan kegiatan tersebut dijalankan sesuai dengan arahan lingkungan, tata cara, sifat sosial dan budaya lokal.


12 Oktober 2011

PENGELOLAAN AGROFOREST DI MASYARAKAT (3)

Terbentuknya Agroforest Masyarakat
        
        Pada dasarnya, pengelolaan agroforest di masyarakat Aceh adalah kegiatan pengelolaan hasil dari hutan alam, sesuai pengamatan pada desa-desa (Aceh: Gampoeng) di pinggiran hutan (enclave villages) menunjukkan kebun rakyat sudah terbentuk lama, dan merupakan bagian dari warisan para leluhur, beberapa jenis tanaman hutan seperti; pohon salam, kayu manis, kemenyan, jengkol, melinjo dan alpukat serta sentang ditanam (sengaja di tinggalkan saat pembukaan lahan hutan), dalam perkembangannya masyarakat Aceh mulai memodifikasi untuk memperkaya jenis tanaman yang ditanam dengan durian, mangga, pala, kopi, pinang, dan kelapa. Pemerintah kolonial Belanda pada perkembangan selanjutnya mulai memperkenalkan tanaman karet, tembakau, coklat, kopi dan kelapa sawit (pada saat itu masih uji joba di wilayah Aceh Barat), serta pinus (Gayo Lues, Benar Meriah, Aceh Tengah dan Aceh Besar).

              Kegiatan-kegiatan masyarakat dalam penjarangan tanaman hutan yang disisakan saat pembukaan lahan adalah bentuk minimalisasi modifikasi ekosistem di areal tersebut, pohon-pohon yang ditinggalkan merupakan jenis tanaman serbaguna yang bermanfaat, perubahan mikro dari ekosistem secara rata-rata berkisar selama 8 tahun, pada priode tersebut pengkayaan tanaman bermanfaat terus dilakukan beriringan dengan kegiatan penanaman tanaman pangan, rempah-rempah dan obat-obatan seperti; padi ladang, ubi-ubian, sayuran, jagung, serai, pandan, lada dan sirih, ekosistem pada kawasan tersebut akan pulih memasuki tahun ke-15 dan pada saat tersebut kebun-kebun telah dapat menghasilkan panen yang relative baik.


Penyesuaian Agroforest Dari Perkembangan Modernisasi Pedesaan.
           Sejarah telah membuktikan banyak pedesaan di daerah Aceh yang memiliki perkebunan dengan model agroforest memperolah keuntungan sosial-ekonomi dan ekologi, kebun-kebun rakyat tersebut dapat memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, perlindungan terhadap air dan tanah, terjaminnya keberadaan bibit jenis tanaman serbaguna asli suatu daerah serta yang tak kalah penting dari pemanfaatan kebun-kebun tradisional tersebut juga mampu mengurangi kegiatan urbanisasi masyarakat desa menuju perkotaan.

                    Pergeseran jumlah jenis tanaman yang ditanam pada kebun tradisional dari bentuk awal dengan rata-rata 10 sampai 20 jenis tanaman menjadi hanya 4 jenis tanaman utama saja yaitu karet, coklat, pinang dan kelapa, hal ini menunjukkan bahwa sistem agroforest harus disesuaikan fungsinya dari modifikasi ekosistem asli suatu kawasan telah menjadi suatu sistem baru dimana areal tersebut menjadi suatu kawasan ekosistem penyangga bagi kawasan hutan alam.
         Perkembangan modernisasi sebuah desa sulit terbendung, sehingga di masa mendatang dapat berakibat lebih lanjut yaitu terjadinya  peningkatan degradasi kawasan hutan alam. Agroforest sebagai hutan buatan memerlukan suatu pengelolaan yang cermat agar bisa menghasilkan kebutuhan masyarakat sehari-hari dan menjadi suatu alat pendorong meningkatnya pendapatan mereka, dengan demikian hasil akhir yang ingin dicapai dari pengelolaan agroforest harus mampu diarahkan sebagai pengganti fungsi hutan alam.

10 Oktober 2011


PENGELOLAAN AGROFOREST DI MASYARAKAT (2)

Degradasi Kawasan Hutan
                Bencana tsunami 26 Desember 2004 menghancurkan sebagian besar wilayah pesisir pantai di daerah Aceh, merengut ratusan ribu korban jiwa manusia dan melemahnya sendi-sendi kehidupan perekonomian masyarakat. Sebelum mega bencana itu terjadi wilayah Aceh sedang bergolak dengan konflik bersenjata, disaat itu relative tidak ditemukan pembukaan baru kawasan hutan, produksi perkebunan badan usaha Negara dan swasta menurun drastis, kebun-kebun masyarakat dibiarkan terlantar, saat itu hutan mulai berseri, burung-burung dan satwa liar lainnya berkembang biak relative sangat baik.
                Paska bencana dan terciptanya perjajian perdamaian, rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah Aceh bergerak sangat cepat, pembangunan prasarana dan sarana yang hancur memberikan dampak positif bagi pemulihan kehidupan masyarakat, dunia usaha kembali bergairah, masyarakat pedesaan mulai bangkit mengelola lahan persawahan dan perkebunan mereka, dalam penanganan program pembangunan di Aceh tersebut mendapat pujian banyak fihak dari hasil pencapaiannya.
                Dampak dari kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi paska bencana tsunami dan perjanjian perdamaian di Aceh, mulai terlihat di tahun 2008, dengan membaiknya kondisi keamanan khususnya terhadap kawasan hutan memberikan dampak yang signifikan, walaupun Gubernur Aceh Irwandi Yusuf mencanangkan kebijakan “Moritorium”/ jeda penebangan kayu, kenyataan di lapangan degradasi kawasan hutan terus meningkat tajam, hal ini dapat dilihat dari hampir sebagian besar kabupaten dan kota di provinsi Aceh terjadi perambahan kawasan hutan, dengan mata rantai dari kegiatan tersebut terjadinya peningkatan penjualan kayu secara illegal, dan terjadinya konflik satwa liar dengan manusia serta beberapa species flora dan fauna terancam punah terus di buru untuk di perdagangkan secara illegal.

Pengurangan Resiko Terhadap Degradasi Kawasan Hutan
                Dalam ilmu ekonomi disebutkan pembangunan akan menghasilkan perubahan-perubahan, pandangan positif dari perubahan pembangunan harus menghasilkan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Pertumbuhan yang positif harus dapat mengurangi resiko terhadap dampak lingkungan.
                Pembukaan kawasan hutan untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit baik dari kegiatan legal maupun kegiatan illegal mencakup lebih dari 80% dari luas perambahan kawasan hutan, kegiatan ini dalam jangka pendek dan panjang secara signifikan akan memberikan dampak negative dari penurunan kualitas lingkungan, fakta juga menunjukkan perkebunan kelapa sawit skala besar hanya memberikan pemasukan bagi daerah Aceh dari pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), sedangkan pajak pendapatan lainnya hanya menguntungkan daerah luar provinsi Aceh karena pelabuhan utama tujuan ekspor CPO berada di provinsi lain, disamping itu perusahaan swasta nasional yang memiliki perkebunan kelapa sawit di wilayah Aceh relative tidak satupun mereka membuka kantor pusatnya di daerah ini, selanjutnya dalam jangka panjang dari pencemaran Pabrik Kelapa Sawit (PKS) telah turut menyumbang penurunan tingkat kesehatan dan penurunan sampai kegagalan panen (tambak) dari kegiatan usaha masyarakat Aceh di sekitar PKS.
                Gairah dan semangat masyarakat untuk membuka kawasan hutan tentu tidak bisa dihambat, akan tetapi harus ada kebijakan untuk menghentikan atau mengurangi penanaman kelapa sawit di kawasan hutan yang dibuka. Beberapa jenis tanaman perkebunan lebih ramah lingkungan seperti tanaman karet, coklat (tumpang sari) dengan pinang serta tanaman hutan industry seperti (jabon, sengon, akasia). Kebun-kebun kelapa sawit yang telah ada di daerah Aceh masih sangat rendah produktivitasnya, sehingga kebijakan zero penanaman sawit di daerah ini sudah harus dimulai dari sekarang, pemerintah daerah harus lebih aktif mengkampanyekan penanaman bagi perkebunan skala besar dan masyarakat agar menanam karet, coklat, pinang, kelapa dan mengembangkan hutan tanaman industry seperti jabon, sentang, sengon, jati, akasia, pinus dan gaharu.

09 Oktober 2011


PENGELOLAAN AGROFOREST DI MASYARAKAT (1)

Pergeseran Kearifan Lokal Dalam Membentuk Sistem Agroforest
                Beragam suku bangsa di pulau sumatera memiliki sistem pembukaan lahan hutan untuk kelangsungan hidup mereka. Di masa lalu membuka hutan dengan azas keharmonisan, lahan yang telah dibuka di tata kembali dengan menanam tanaman serbaguna sehingga membentuk hutan buatan baru. Desa-desa dipinggiran hutan alam tertata dimulai dari lahan pemukiman, persawahan, perkebunan dan hutan alam.
                Bentangan alam pada lahan pemukiman dan persawahan relative datar, sedangkan lahan perkebunan dimulai dari areal perbukitan sampai ke dataran yang lebih tinggi. Perkembangan peradaban manusia hampir disetiap pedesaan menunjukkan bahwa untuk lahan pemukiman dan persawahan relative tidak bertambah luasnya, sedangkan sebaliknya lahan perkebunan terus bertambah luasnya, dan dengan jelas dapat kita simpulkan bahwa untuk memenuhi peningkatan lahan perkebunan tersebut yaitu dengan membuka kawasan hutan.
                Sistem klasik secara umum perkebunan masyarakat pedesaan, khususnya di provinsi Aceh yaitu dengan menanami tanaman serbaguna seperti; pinang, meninjo, kemiri, durian, asam gelugur, cengkeh, kopi, kayu manis, jeruk manis, pokat (dataran tinggi), pala (pantai barat) lada, aren, sagu, pohon sentang dan bayu. Kebun di pekarangan rumah lebih didominasi dengan tanaman buah produktif dan tanaman obat-obatan serta bahan untuk bumbu sayuran seperti; belimbing sayur, mangga, langsat, rambutan, jeruk manis, jeruk nipis, kelapa, pinang, temerui, sirih, kunyit, jahe dan lengkuas serta tanaman serbaguna lainnya.
                Sejak diperkenalkan sisten perkebunan moderen oleh negara Kolonial Belanda , telah terjadi pergeseran sistem perkebunan masyarakat dari tanaman heterogen menjadi tanaman homogen, kebun-kebun rakyat saat ini didomisasi hanya satu atau dua tanaman saja, yaitu karet dan coklat, selanjutnya perkembangan terbaru tanaman yang mendominasi perkebunan rakyat yaitu kelapa sawit dan tanaman ini telah mengepung seluruh wilayah provinsi Aceh dari pesisir pantai timur dan barat menuju ke dataran tinggi.

Pintu Rimba
Pintu rimba (Aceh: pinto rimba, Gayo: pinto rime) adalah sebuah makna dalam peradaban masyarakat di Aceh sebagai pedoman hidup mereka mengelola kawasan perkebunan dan hutan alam. Pada batas-batas desa mereka dengan hutan terdapat beberapa titik yang ditentukan oleh adat sebagai pintu rimba, secara umum dapat dijelaskan bahwa pintu rimba tersebut adalah tapal batas antara peradaban masyarakat dengan peradaban yang lebih luas yaitu seluruh makhluk hidup yang berada didalam hutan.
                Penjelasan lebih lanjut mengenai pintu rimba tersebut bermakna dan memiliki dasar hukum adat bahwa bagi masyarakat dilarang keras untuk membuka lahan hutan melebihi titik penentuan batas yang ditetapkan sebagai pintu rimba, sesuai kebutuhan masyarakat secara bersama, pintu rimba tersebut dapat digeser/ dipindahkan untuk perluasan lahan perkebunan tentu saja melalui kesepakatan/ musyawarah masyarakat desa. Sistem hukum adat tersebut saat ini telah hampir punah dan sangat jarang dipatuhi oleh masyarakat Aceh.

07 Oktober 2011


PERINGATAN HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA
5 JUNI 2011

GAMBARAN UMUM


Hutan merupakan satu dari tiga hal teramat penting bagi bumi, menjadi fungsi penyeimbang distribusi air  dan udara serta jasa bagi seluruh makhluk hidup. Fakta menunjukkan 1,6 miliar penduduk dunia bergantung hidup untuk sumber bahan makanan dari hutan, menjadi kunci bagi manusia untuk mencegah dan memerangi ”perubahan iklim” serta menjamin oksigen bersih di atmosfir dari penyebaran carbon beracun di seluruh planet bumi ini.
Hutan menjamin distribusi air melalui sungai dan hampir 50 % kota-kota besar di dunia mendapat jasa, selanjutnya hutan juga berjasa menjaga kesuburan tanah, mengurangi dampak bencana banjir, panas dan angin kencang. Keharmonisan ekosistem sangat ditentukan oleh kawasan hutan dan menjadi tempat tinggal dan berkembang biak hewan, tumbuhan serta serangga.
Kawasan hutan juga merupakan tempat tinggal berbagai suku bangsa, sumber bahan bangunan, tempat mencari nafkah hidup, sumber bahan dasar farmasi/ obat-obatan, rekreasi dan wisata alam, sehingga memberikan manfaat ekologi, sosial dan ekonomi bagi 7 miliar penduduk dunia ini.
Kerusakan hutan di dunia terus berlanjut, rata-rata menunjukkan pembalakan (deforestation) hutan seluas 13 juta hektar per tahun, terpikirkah oleh kita dari aktivitas tersebut telah memutuskan mata rantai kehidupan, hilangnya berbagai sepesies tanaman dan hewan serta kehilangan mata pencaharian penduduk pedesaan, akhirnya iklim sukar kita prediksi serta ritinitas bencana semakin cepat datang dan berakibat kehancuran serta korban manusia semakin tinggi.
Kehancuran hutan tidak harus dibiarkan, dan tidak ada kata terlambat untuk melakukan kegiatan rehabilitasi di kawasan hutan yang rusak, di masa mendatang kegiatan pendidikan dan penyadaran sudah harus kita tumbuhkan di mulai hari ini, selanjutnya pembangunan harus berwawasan lingkungan berkelanjutan.
Hutan Tidak Membutuhkan Manusia, Tetapi Manusia Membutuhkan Hutan, akhirnya semua menjadi kewajiban kita bersama untuk memulai melakukan aktivitas penanaman pada kawasan hutan yang hancur, melakukan investasi di kawasan hutan dengan manajemen pembangunan yang berkelanjutan.

MAKSUD DAN TUJUAN

LSM Bale Juroeng didirikan pada tahun 1999, dalam aktivitasnya selama 12 tahun, tanggal 5 Juni setiap tahunnya melakukan kegiatan pendidikan dan penyadaran dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia, moment penting ini dilaksanakan sesuai kemampuan sumber daya manusia dan sumber dana yang terkumpul dari relawan.
Tahun ini, kami merencanakan kegiatan yang dipusatkan di Hutan Kota Langsa, secara garis besar yaitu; penanaman jenis tanaman terpilih untuk menambah koleksi Hutan Kota Langsa, penyadaran dengan membuat spanduk dipasang tersebar di Kabupaten Aceh Tamiang dan Kota Langsa, Pendidikan salah satunya yaitu telah terbentuk relawan muda untuk peduli terhadap pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan.


OPTIMISME DI MASA DEPAN
           
            Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia di mulai pada tahun 1972, tahun ini telah berusia 39 tahun dan menjadi agenda tetap UN Environment Programme, Tema tahun ini bertajuk “ Forest: Nature at Your Service “ secara bebas dapat di terjemahkan “ Hutan: Berjasa Bagi Kehidupan Kita “.
            Peningkatan kesadaran penduduk dunia untuk menjaga lingkungan kenyataannya memang lebih kecil jika dibandingkan dengan peningkatan degradasi lahan hutan, pencemaran dan  kebakaran lahan, fenomena tersebut tidak seharusnya kita menjadi pesimis, akan tetapi terus lah berbuat sekecil apapun sebuah kegiatan untuk menjaga lingkungan akan lebih baik dibandingkan dengan kita hanya berdiam diri saja. Demikianlah kami LSM Bale Juroeng terus berkarya nyata terutama mengelola Hutan Kota Langsa yang akan kita persiapkan menjadi Kebun Raya Langsa/ Lampoh Raya Langsa agar berhasil guna dan berdaya guna menjadi sebuah kawasan hutan untuk tujuan positif di masa depan seperti menjadi; trademark Kota Langsa, tempat tujuan wisata, olahraga, pendidikan dan bank bibit berbagai jenis tanaman hutan trofis terutama jenis tanaman asli hutan Aceh.

IKTIKAT BAIK BERSAMA

            Sebuah karya besar sebaiknya dikerjakan bersama agar memberikan hasil kerja yang maksimal untuk itu dilakukan aktivitas:
1.    Telah ada kesepahaman dengan membentuk pengelolaan bersama Hutan Kota Langsa antara Dinas terkait di Pemko Langsa dan LSM Bale Juroeng serta unsur Pers.
2.    Hasil koloborasi tersebut telah membuahkan hasil yaitu Kota Langsa pada tanggal 22 Februari 2011 telah menerima penghargaan Inovasi Manajemen Perkotaan dari Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia, bidang : Pengelolaan Tata Ruang  dengan Rangking III Nasional, Predikat Sangat Baik.
3.    Pada bulan Mei 2011, telah ada penjajakan awal untuk menyusun Proposal Pengelolaan Hutan Kota Langsa dengan Bank Mandiri cabang Langsa dalam program CSR (Corporate Social Responsibility), diharapkan dalam beberapa waktu mendatang bias membuahkan hasil positif.
4.    Untuk menambah areal Hutan Kota Langsa dari 10 ha menjadi 30 ha, maka telah ada permohonan penambahan areal tersebut seluas 20 ha dari Walikota Langsa dan Gubernur provinsi Aceh kepada PTP Nusantara 1, akan tetapi sangat disayangkan surat dari 2 kepala daerah tersebut yang bertanggal 24 Agustus 2010 belum diperoleh jawaban tertulis dari BUMN tersebut , kami dari LSM Bale Juroeng menghimbau PTP N1 agar memberikan jawaban positif tertulis terhadap surat tersebut.

05 Oktober 2011

PELAKU ILLEGAL LOGGING IDENTIK DENGAN TERORISME



1. Pengertian Terorisme

Setelah serangan teroris dengan membajak pesawat sipil (komersil) dan menubrukkannya ke gedung Worl Trade Center (WTC) dan Markas Militer Amerika Serikat “Pentagon” pada tanggal 11 September 2001, kegiatan terorisme telah menjadi perhatian serius negara-negara barat yang di komandoi Amerika Serikat untuk membasmi atau perang terhadap kegiatan terorisme.

Sejak peristiwa tersebut terorisme telah menjadi opini publik di seluruh dunia. Indonesia juga tidak terlepas dari kegiatan teroris yang mengarah kepada kegiatan pengeboman fasilitas-fasilitas strategis milik pemerintah, sipil maupun perwakilan asing di Indonesia seperti; pengeboman Kantor Bursa Efek Jakarta, Diskotik dan Restoran di Bali, Hotel Mariot di Jakarta dan lain-lainnya.

Teror berasal dari dari bahasa Italia yaitu “terror”, dan pelakunya disebut “teroris” serta fahamnya disebut “terorisme”.

Teror adalah perbuatan yang menimbulkan kekacauan ditengah masyarakat dilakukan dengan cara-cara kekerasan.

Terorisme adalah perbuatan dengan kekerasan yang menimbulkan kekacauan, kehancuran, dan kerusakan ditengah masyarakat untuk tujuan atau motivasi tertentu terutama berlatar belakang politik, penerapan sebuah faham atau dokrin, pemupukan kekayaan, penyebaran rasa kebencian terhadap suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) dilakukan dengan cara-cara di luar perilaku manusia yang umum atau melanggar kebiasaan sebagai manusia yang beradab dan tidak bermoral. Terorisme sebagai sebuah faham adalah keinginan untuk mencapai tujuan tertentu dengan cara- cara teror. Secara garis besar untuk mencapai kepentingan dari penerapan faham terorisme, dapat di bagi menjadi 2 (dua) yaitu :

a. Terorisme Terselubung (tidak murni).

b. Terorisme Nyata (murni).

Terorisme Terselubung (tidak murini) yaitu perbuatan dengan kekerasan dilakukan sangat hati-hati, terencana dengan baik, secara langsung atau tidak langsung membonceng kegiatan organisasi tertentu untuk menimbulkan kekacauan, kerusakan, penyebaran opini dan kehancuran di tengah masyarakat terutama untuk mencapai tujuan politik yang diinginkan.

Penyebab timbulnya kegiatan teror di tengah masyarakat dilakukan karena kelompok terorisme mengalami tekanan yang sangat kuat atas sesuatu sebab antara lain; kolonisasi/ penjajahan suatu bangsa terhadap bangsa lainnya, tekanan atau intimidasi dari pemegang kekuasaan yang diktator, tekanan dari kelompok pemegang kekuasaan, tekanan dari kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas, upaya pemisahan suatu daerah dalam sebuah negara dan tekanan lain-lainnya, pelaksanaan aksi teror biasanya dilaksanakan atas pilihan terakhir dari strategi yang ingin dicapai organisasi atau kelompok teroris tersebut. Kegiatan teror biasanya mengorbankan individu pelaku teror untuk memperoleh hasil maksimal.

Terorisme murni yaitu perbuatan yang menjurus kepada tindakan kriminal murni yaitu melalui aksi melakukan penghancuran, kekacauan dan kerusakan di tengah masyarakat terutama untuk motif kepentingan ekonomi atau memupuk kekayaan individu dan kelompok pelaku teror.

Dalam mencapai kepentingannya, kelompok ini sejak awal melaksanakan tindakan teror dengan cara-cara yang melanggar peradaban atau tingkah laku manusia beradab dan mereka juga dapat dibayar oleh kelompok lain untuk melakukan aksi terorisme.

2. Kegiatan Illegal Logging = Kegiatan Teroris

Pelaku illegal logging dari sudut pandang kepentingannya dapat digolongkan kedalam kegiatan terorisme murni. Kegiatan illegal logging secara individu atau berkelompok memiliki ciri; motifnya memupuk kekayaan melalui penebangan hutan secara tak terkendali dengan melanggar hukum , sehingga negara dirugikan secara ekonomi, ekologi, sosial budaya dan lain – lainnya serta yang terparah adalah menyebabkan kerugian seluruh makhluk di dunia ini.

Para pelaku illegal logging secara sadar dan mengetahui kegiatan mereka merupakan tindakan merusak norma hukum yang berlaku umum, sehingga dampak dari kegiatan tersebut dapat menimbulkan bencana seperti; banjir, tanah longsor dan kekeringan di masa yang akan datang.

Pada saat bencana datang terungkaplah bahwa kegiatan illegal logging dapat menimbulkan ke-hancuran dan kerugian harta benda serta korban jiwa manusia yang besar, bagi negara kerugian yang amat telak adalah mendapat tekanan dari dunia internasional dari kegiatan illegal logging sehingga berdampak kepada kegiatan industri kehutanan di Indonesia yang di kelola secara legal dan berkelanjutan (sedikit jumlahnya) akan mendapatkan hambatan pemasarannya dalam perdagangan dunia.

Dari penjelasan yang telah dijabarkan, maka kita harus setuju bahwa apapun bentuk kepentingan dari faham terorisme harus tetap kita musuhi bersama, karena aksi teror dari faham ini dapat secara langsung berakibat kerugian harta benda dan kematian manusia serta makhluk hidup lainnya, baik pada saat teror dilakukan maupun pada masa yang akan datang.

3. Pelaku Illegal Logging Sebagai Otak Teroris Lingkungan.

Sebagai pelaku teror, Otak Pelaku Illegal Logging dengan sistem kerja umumnya menerapkan faham-faham teroris kepada oknum masyarakat yang bermukim pada hutan yang akan dirambah, artinya sedari awal masyarakat lokal sudah dipakai sebagai tameng hidup untuk kegiatan mereka.

Secara umum, faham terorisme akan mudah disebarkan pada kumpulan masyarakat yang relatif miskin dan rendah pendidikannya, sebagai tameng hidup artinya masyarakat dijadikan sebagai Pion Teroris dari Pelaku illegal logging.

Kumpulan masyarakat yang tinggal disekitar kawasan hutan alam, umumnya relatif miskin karena mereka juga tinggal di kawasan dengan sarana transportasi yang buruk, kebutuhan yang mereka perlukan didapat dengan harga yang relatif mahal dan pada sisi lain karena akses transportasi sulit, maka hasil produksi masyarakat seperti; hasil hutan non kayu maupun hasil produksi pertanian dan perkebunan relatif hanya dapat dijual dengan harga yang sangat murah, dan hampir sebagian besar masyarakat yang hidup ditepi hutan tidak dapat menjual secara langsung hasil produksi mereka dan terperangkap dalam sistem perdagangan ijon.

Bujukan dan rayuan dengan harapan-harapan semu adalah taktik yang dilakukan oleh pelaku illegal logging terhadap masyarakat lokal yang hidup disekitar hutan yang menjadi target kerja mereka, masyarakat yang akan dijadikan buruh penebang kayu dibayar upahnya didepan (sistim ijon) pada awal pelaksanaan aksi mereka jika perlu mereka juga berani menunjukkan Surat Izin Palsu Legalitas penebangan kayu dan menjelaskan kegiatan illegal tersebut dibacking oleh oknum aparat dan organisasi tertentu agar masyarakat yakin untuk bersedia bekerja.

Pelaku illegal logging dalam prakteknya juga memakai cara-cara intimidasi jika sebagian besar masyarakat menolak kegiatan penebangan liar, taktik pelaksanaan intimidasi memakai jasa tokoh berpengaruh di desa/ perkampungan yang hutannya akan dirambah dan bisa juga memakai kekuatan premanisme dari kota – kota terdekat dengan lokasi perambahan.

Baik sadar atau tidak pada saat masyarakat telah ikut berpartisipasi dalam kegiatan illegal logging, maka pada saat tersebut pelaku illegal logging telah menempatkan masyarakat sebagai tameng hidup mereka jika pada suatu saat kegiatan ini akan di razia oleh aparat penegak hukum maka masyarakat setempatlah yang akan dikorbankan.

Karena luas hutan produksi di Indonesia terus berkurang jumlahnya, maka dengan demikian sangat jelas, bila mana terjadi kegiatan illegal logging pada saat sekarang, sudah dapat dipastikan areal hutannya merupakan kawasan hutan lindung, taman nasional, cagar alam dan hutan dengan status konservasi alam yang menjadi sasaran praktek illegal logging.

Karena kurangnya sosialisasi, sering juga ditemukan kasus dimana masyarakat yang hidup di kawasan hutan lindung baru mengetahui areal hutan tersebut dilarang untuk dilakukan kegiatan penebangan pada saat hutan telah habis dibabat, dan kawasan tersebut sudah menjadi kawasan lahan kritis, menjadi rawan bencana terutama banjir dan tanah longsor, baik disekitar lokasi hutan rambahan maupun pada kawasan yang lebih luas. Pada saat bencana datang semakin tinggi frekuensi dan akibat kerusakan serta kerugian harta benda serta korban nyawa yang ditimbulkan sangat besar, maka pada saat itu baru banyak pihak tersentak dan kaget serta menyesalinya.

Walaupun akhir-akhir ini upaya pemerintah untuk menangkap pelaku illegal logging patut kita hargai, tetapi belum ada satu kasus pun kejahatan teroris lingkungan dengan hasil keputusan yang menghukum seberat-beratnya otak pelaku illegal logging bahkan kasus terbaru di Sumatera Utara memutuskan dengan membebaskan pelakunya.

4. Berjuang Melawan Teroris Lingkungan

Berjuang melawan teroris lingkungan adalah sebuah tugas berat sekaligus sangat mulia dan bagi kita masyarakat sipil. Tentu sangat berat untuk melawan karena rapi dan kuatmya sindikat teroris lingkungan. Disamping itu pelaku illegal logging memiliki akses pendanaan yang kuat dan juga terdapat oknum sipil dan militer untuk membacking kegiatan tersebut.

Kita harus sudah setuju, bahwa apapun bentuk kegiatan terorisme harus menjadi musuh kita bersama, untuk itu merupakan tugas mulia bagi kita untuk melawan tindakan tersebut, tentu dengan cara-cara yang bermoral. Sebagai individu, keluarga atau berkelompok dukungan kita untuk melawan kegiatan teroris lingkungan atau kegiatan illegal logging dengan cara–cara bermoral antara lain, yaitu berupa;

- Tidak membeli kayu yang kita butuhkan untuk sesuatu keperluan pembangunan dari hasil kegiatan illegal logging, walaupun harga kayu tersebut sangat murah dijual.

- Menggunakan kayu untuk keperluan pembangunan rumah maupun kegiatan lainnya seefisien mungkin.

- Hemat/ tidak boros dalam mengunakan kertas, seperti kita ketahui bahwa bahan dasar pembuatan kertas sebagian besar menggunakan kayu.

- Pergunakanlah kayu dengan jalur produksi pengolahan sepanjang mungkin untuk dapat menambah nilai ekonomi/ harga kayu, limbah kayu untuk keperluan dibakar menjadi pilihan terakhir.

- Hindarilah membakar kertas (kecuali dokumen yang sangat penting terjaga rahasianya), karena kertas dapat didaur ulang.

- Dan banyak lagi kegiatan - kegiatan yang dapat kita lakukan untuk menghemat penggunaan kayu.

5. Patriot Pejuang Penyelamat Lingkungan

Berjuang untuk menyelamatkan lingkungan, berarti berjuang bagi penyelamatan kekayaan negara berupa kelestarian sumber daya alam.

Kegiatan-kegiatan penyelamatan lingkungan khususnya untuk melawan dan mengantisipasi kegiatan illegal logging tidak harus dilakukan dengan cara-cara kekerasan akan tetapi harus dilakukan melalui cara dengan menjunjung tinggi etika moral kita sebagai bangsa yang beradab.

Kegiatan anti teror dengan wujud perlawanan tidak dengan cara – cara teroris adalah bentuk lain dari pengabdian terhadap bangsa dan negara sehingga jika dilaksanakan dengan sungguh – sungguh maka hal itu adalah wujud dari “patriot penyelamat lingkungan”.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) Nomor 1 Tahun 2002, BAB III, Tindak Pidana Terorisme, Pasal 6 berbunyi :

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh tahun).

Selanjutnya Pasal 7 berbunyi; setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan bermaksud untuk menimbulkan korban yang bersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa atau harta benda orang lain, atau untuk menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, atau lingkungan hidup, atau fasilitas publik, atau fasilitas internasional, dipidana dengan pidana penjara paling lama seumur hidup.

Penjelasan yang dimaksud dengan “kerusakan atau kehancuran lingkungan hidup”, adalah tercemarnya atau rusaknya kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk lainnya

Termasuk merusak atau menghancurkan adalah dengan sengaja melepaskan atau membuang zat, energi, dan/ atau komponen lain yang berbahaya atau beracun ke dalam tanah, udara, atau air permukaan yang membahayakan terhadap orang atau barang.

Terorisme secara luas merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban serta dapat menjadi ancaman serius rusaknya lingkungan hidup nasional dan internasional, untuk itu dalam mencegah dan memberantas terorisme perlu dilakukan secara terencana dan berkesinambungan serta bersifat pro aktif.

Dengan PERPU No. 1 Tahun 2002, menjadi jelas bahwa kegiatan illegal logging termaktub dari pengertian tindakan merusak, atau menghancurkan dengan sengaja atau memotong kayu – kayu di suatu kawasan hutan yang memiliki nilai ekonomi bagi negara, dan tindakan tersebut menyebabkan kehilangan keanekaragaman hayati sehingga pada suatu waktu di kawasan tersebut akan rentan ter-hadap berbagai macam bencana seperti; banjir, tanah longsor dan perubahan iklim, pada fase bencana datang akan menimbulkan kepanikan, kekacauan dan kehancuran ditengah masyarakat.

Penduduk Indonesia dengan beragam suku bangsa dan tersebar hidup di kepulauan nusantara memiliki kewajiban untuk memelihara dan meningkatkan kewaspadaan untuk menghadapi segala bentuk kegiatan tindak pidana terorisme, yaitu dapat dimulai dengan hidup berbaur tanpa menutup diri menjadi masyarakat yang individualis.

Sampai saat ini, kegiatan-kegiatan terorisme dalam segala bentuk telah semakin meningkat kualitasnya di Indonesia, didalamnya termasuk kegiatan illegal logging (terorisme lingkungan) hampir di setiap daerah terus berlangsung tanpa dapat kita cegah bersama, padahal PERPU No. 1 Tahun 2002 sebagai landasan hukum untuk menjerat pelaku tindak pidana terorisme telah disahkan untuk dilaksanakan dan dipatuhi.

Pelaku tindak pidana illegal logging sebagai otak teroris lingkungan masih dengan leluasa bergerak dan beroperasi melaksanakan kegiatan mereka di Indonesia, bahkan tidak sedikit dari mereka secara terang-terangan berani muncul di suatu kota (Kota Langsa, Aceh) padahal sudah sejak lama menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO) sebagai otak pelaku illegal logging di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), sungguh naif memang padahal dari aksi tindakan perusakan yang mereka lakukan telah memberikan nilai kehancuran, kerusakan dan kehilangan harta benda dan korban jiwa manusia dari banyaknya bencana banjir diseluruh wilayah Aceh dan Sumatera Utara akhir-akhir ini.

Hasil yang ingin dicapai dari segala bentuk tindakan terorisme yaitu kepanikan, kehancuran sarana dan prasarana, kehancuran sumber daya alam dan lingkungan bahkan korban jiwa manusia untuk mencapai hal tersebut baik secara sadar atau tidak pelaku tindakan teror melakukan aksi pada lokasi – lokasi yang telah mereka tentukan.

Segala kegiatan yang dilakukan dalam bentuk kepedulian kita untuk mencegah aksi terorisme maka kita diberikan suatu perlindungan hukum untuk melaporkan atau menjadi saksi kegiatan tindakan terorisme.

PERPU No. 1 Tahun 2002 pada Pasal 32 ayat 1, 2 dan 3, serta Pasal 33 dan Pasal 34, negara memberi jaminan bagi para saksi-saksi untuk setiap kegiatan terorisme yang terjadi di Indonesia.

6. Kesimpulan

Pelaku illegal logging identik dengan teroris lingkungan dan layak untuk dihukum seberat-beratnya. Bagi masyarakat sipil kegiatan untuk melawan pelaku illegal logging harus dilakukan dengan cara bermoral dan bermartabat.

Jika setiap penerapan dan pelaksanaan tentang setiap peraturan negara di sosialisasikan secara terencana dengan baik, maka masyarakat akan merespon setiap kebijakan tersebut dengan sebaik-baiknya sampai hari ini dan selanjutnya kita masih sangat pesimis banyak masyarakat yang mau menjadi saksi tindakan terorisme lingkungan.

Perjuangan kita sebagai Patriot Penyelamat Lingkungan adalah bagian dari cinta tanah air dan ini merupakan perwujudan dari pemahaman kita yang menjunjung tinggi peradaban umat manusia dan makhluk hidup lainnya.

PERJALANAN SEBATANG KAYU DAMAR DARI HUTAN ACEH




Melihat Kebelakang

Pada bulan Juli tahun 1893, angin berhembus kencang disepanjang Pengunungan Bukit Barisan. Pohon Damar, sedang berbunga mengikuti siklus lima tahunan.

Hembusan angin menebarkan harum khas hutan dan juga menebarkan perbungaan pohon damar dan jenis pohon lainnya yang juga sedang berbunga. Perbungaan yang telah menyerbuki, jatuh ke bumi, disekitar tanah lembab dan menyimpan banyak cadangan air.

Sinar matahari secara samar – samar dari balik dedaunan tembus menyinari tanah, hari berganti bulan penyerbukan bunga damar tumbuh menjadi kecambah, awal tahun 1894 pohon damar muda sudah berkembang dan tumbuh mencapai ketinggian 30 cm.

Tahun 1894, hampir sebagian besar hutan pulau Sumatera masih dalam bentuk hutan perawan, iklim berjalan normal, saat musim penghujan turun dengan lebat, tetapi tidak menyebabkan banjir, air hujan yang jatuh ke bumi, dengan cepat dapat terserap kedalam tanah oleh trilyunan jumlah akar tumbuhan.

Pada saat musim kemarau, sinar matahari melimpahkan energi kehidupan bagi pohon-pohon muda untuk terus berkembang hidup, sesekali hujan tetap turun rutin untuk membasahi bumi, ketersediaan air bagi seluruh makhluk hidup tetap dapat terpenuhi.

Pohon Damar muda tanpa terasa sudah berumur 10 tahun pada tahun 1903, pada saat yang sama Kolonial Belanda dapat menguasai beberapa bagian dari wilayah Aceh.

Praktis sejak tahun 1903 hampir seluruh pulau Sumatera telah diduduki oleh Belanda, kota bekas kerajaan yang telah ada mulai ditata dengan konsep barat, kota – kota baru juga bermunculan dibuat untuk kepentingan Kolonial yang secara khusus sebenarnya adalah untuk mendukung pembukaan perkebunan skala besar untuk komoditi seperti; karet, kopi, tembakau, teh, kina dan tebu.

Pohon Damar Terus Tumbuh

Kawasan hutan mulai di eksploitasi secara besar-besaran, terjadi perubahan lingkungan untuk mencukupi lahan perkebunan skala besar.

Pohon-pohon damar tua dan jenis pohon besar lainnya bertumbangan di tebang, lahan nya untuk perkebunan, kayu-kayu nya di olah untuk dijadikan papan dan juga broti guna untuk membangun kantor serta perumahan untuk pemerintah Kolonial, termasuk barak-barak sederhana bagi transmigrasi yang di bawa khusus dari pulau Jawa ke pulau Sumatera, setiap kayu yang ditebang dimanfaatkan bagi kepentingan lainnya seperti pembuatan bantalan kereta api, perabot, jembatan, menara dan tiang pagar.

Pohon damar muda terus tumbuh dan dapat berkembang, karena lokasi ia tumbuh masih terlalu jauh dari kegiatan eksploitasi Kolonial atau berada di dalam hutan rimba.

Tahun 1923, pohon damar telah berusia 30 tahun, ketinggiannya telah mencapai 25 meter dengan diameter batang 30 cm. Pemerintah Kolonial Belanda terus memperluas areal perkebunan, sehingga jarak eksploitasi hutan untuk kebutuhan lahan perkebunan sudah mulai mendekat pohon damar muda.

Pada tahun 1930, selain membuka areal hutan untuk lahan perkebunan, Pemerintah Belanda mulai gencar mencari sumber-sumber bahan tambang dan mineral di pulau Sumatera, terutama untuk mencari sumber cadangan minyak bumi yang pada saat itu mulai dirasakan sebagai komoditi utama perdagangan dunia menggantikan rempah-rempah, di lain pihak pada saat yang sama bahan bakar minyak sangat diperlukan untuk mendukung terlaksananya revolusi industri di Benua Eropa, penemuan dan perbaikan mesin kenderaan bermotor dan rekayasa mesin pesawat udara.

Pada saat yang sama (1930), pohon damar telah berumur 37 tahun, tetap tumbuh dan berkembang, 4 tahun kemudian yaitu tahun 1934, lokasi tempat tumbuhnya pohon damar telah dimasuki beberapa kali (sejak 1920) oleh Tim Ekspedisi Belanda untuk mencari minyak bumi.

Sunguh beruntung nasib pohon damar, karena Tim Ekspedisi Geologi tersebut tidak menemukan sumber mineral tambang terutama minyak bumi, beberapa sumber tambang lainnya disimpulkan tidak layak tambang, tetapi terdapat hal yang sangat menggembirakan, yaitu Tim Ekspedisi terpesona akan kekayaan keanekaragaman hayati serta keindahan daerah pemantauan dan mereka yang berada di tim tersebut lebih tertarik untuk mengusulkan daerah ini sebagai daerah perlindungan.

Pada tahun yang sama 1934, usulan yang diajukan oleh Tim Ekspedisi disetujui oleh Pemerintah Kolonial Belanda untuk melindungi kawasan hutan tempat tumbuhnya pohon damar sebagai Kawasan perlindungan Alam yang perlu dijaga kelestariaanya.

Pohon Damar Memperoleh Perlindungan Sementara

Sampai masuknya pemerintah Jepang di Kepulauan Nusantara pada tahun 1942, pohon damar telah berusia 50 tahun, ketinggiannya telah mencapai 35 meter, tidak terjadi gangguan terhadap pertumbuhan pohon damar saat Pemerintah Jepang berada di Indonesia.

Menurut ruang dan waktu antara 1942 – 1945 selama tiga tahun Jepang menguasai nusantara mereka tidak sempat memikirkan eksploitasi wilayah hutan atau daerah dataran tinggi yang tidak strategis dari segi pertahanan. Pemerintah Kolonial Jepang lebih memfokuskan diri mereka menjaga wilayah garis pantai Indonesia dari serangan Sekutu.

Pada awal kemerdekaan sampai tahun 1965 atau pada masa jatuhnya orde lama, pohon damar masih tetap tegar bertahan tumbuh dan terus berkembang.

Sampai tahun 1966 telah berusia 73 tahun, tingginya telah mencapai 50 meter dengan diameter batang kurang lebih 60 cm.

Tahun 1970, kawasan tempat tumbuhnya pohon damar memperoleh perhatian sebagai bagian hutan dalam bentuk Kawasan Pelestarian Kehidupan Hutan Leuser, untuk sementara pohon damar dapat terjamin terus tumbuh dan berkembang bersama pohon-pohon jenis lainnya dan ini adalah bentuk peraturan perlindungan pertama dibuat oleh bangsa yang merdeka 25 tahun.

Sejak tanggal 6 Maret 1980, terjadi kemajuan yang signifikan terhadap upaya perlindungan kawasan ini, yaitu dengan menetapkan menjadi Kawasan Pelestarian Liar Gunung Leuser, secara khusus pohon damar berseri dapat terus hidup dan menjadi lebih khusus areal tersebut di tanda tangani oleh Menteri Pertanian menjadi Taman Nasional Gunung Leuser.

Tahun 1980, damar telah berusia 87 tahun merupakan pohon yang relatif menonjol terlihat di antara puluhan ribu jenis tanaman yang tumbuh di kawasan hutan Leuser, menjadi gagah tetapi juga menyimpan suatu keadaan berbahaya bagi pohon damar yang menutupi kanopi sahabat-sahabatnya, karena ia menjadi tolak ukur mudahnya terlihat dari kejauhan banyak mata Pion dan Otak Teroris Lingkungan memandangnya.

Di antara ketetapan hukum untuk melindungi kawasan hutan akan memberikan hal yang positif untuk suatu waktu tertentu bagi kelangsungan hidup semua jenis tanaman dan hewan yang berada di dalam kawasan lindung, dan di antara penetapan hukum juga membuka kesempatan tertekannya kawasan hutan lindung jika hutan produksi berbatasan letaknya dengan kawasan konservasi.

Akhir Kehidupan Pohon Damar

Memasuki era tahun sembilan puluhan, kawasan tempat tumbuhnya pohon damar telah dilindungi dan menjadi kawasan konservasi alam yang relatif sangat luas, seharusnya menjadi lebih pasti, akan tetapi terjadi sebaliknya pohon damar dan sahabat-sahabatnya, kelangsungan hidup mereka semakin menjadi tidak pasti.

Teknik-teknik penebangan kayu secara illegal terus berkembang dan peralatan-peralatan gergaji mesin sudah semakin mudah didapat dengan harga relatif murah, untuk mengangkut kayu ketempat penampungan terdekat telah dipakai kenderaan roda empat yang di daerah Kawasan Ekosistem Leuser dinamakan dengan “Mobil Rambo”, tokoh fiksi pahlawan Amerika Serikat tersebut di lokasi tempat tumbuhnya damar menjadi alat utama pelaku teroris lingkungan dipergunakan sebagai senjata yang paling ditakuti oleh sejumlah pohon yang akan di tebang.

Tahun 2000, pohon damar tetap tegak berdiri, terlihat semakin gagah perkasa, dari kejauhan terdengan samar-samar deru mesin gergaji penebang liar, berjenis-jenis kayu pilihan bertumbangan, sahabat-sahabat damar pun hilang entah kemana gerangan.

Abad dua puluh satu atau abad milinium, datang begitu saja dan menjadi opini seluruh masyarakat dunia, saat meninggalkan tanggal 31 Desember 1999 gembira di mana-mana sementara di pedalaman hutan Leuser kayu-kayu bertumbangan dihampir banyak titik lokasi kawasan perlindungan tersebut, pohon damar hanya bisa memelas dan melihat kembali sahabat-sahabatnya berjatuhan ke tanah ibu pertiwi, jika suatu saat bencana datang pasti manusia yang selamat akan menyesal merusak kawasan hutan, tapi biarlah nanti mereka juga rasakan.

Bulan Juli 2003, 110 tahun genab usia pohon damar, ketinggiannya telah mencapai 70 meter, lurus tegak berdiri, diameter batang telah melebihi 1 meter, terlihat dengan jelas walau dari kejauhan, karena hutan sudah terbuka, teman – teman seusianya telah lebih dulu roboh ditebang oleh Teroris Lingkungan di Kawasan Ekosistem Leuser.

Tanggal 11 September 2003, pagi hari terlihat sekelompok Pion Teroris Lingkungan menenteng gergaji mesin, aktivitas penebangan mulai terdengar, satu persatu pohon-pohon pilihan bertumbangan, pion teroris semakin dekat menuju pohon damar, dari jauh mereka telah tersenyum dan semakin dekat bertambah semangat untuk menuju pohon damar, segala macam jenis burung telah lebih awal berterbangan, sekelompok orangutan yang sedang bermain di atas pohon damar lari tunggang-langgang.

Gergaji mesin kembali terdengar, raungnya menggelegar, siap memotong setiap yang harus dipotong, kulit damar telah dimasuki mata gergaji mesin, terhenti karena mulai bertemu dengan lapisan keras batang damar, terdengar kembali tambahan raungan mesin memotong setiap arahan potongan batang damar, damar mulai bergoyang, jatuh berlahan-lahan, terdengar menggelegar mematahkan pohon-pohon kecil disekitarnya, terbanting dengan kuat timbul suara kuat menggemuruh menghantam tanah Leuser, tanah kelahirannya, puluhan pohon-pohon kecil berpatahan dan berhamburan bersamanya, Pion Teroris Lingkungan tersenyum senang, uang tergiang-giang dalam pikiran nya.

Gergaji mesin untuk kesekian kalinya kembali terdengar, pohon damar dibersihkan dan dipotong sesuai pesanan, diangkut melalui jalan siluman menuju ke penampungan kayu terdekat. Teroris Lingkungan tertawa riang, kayu damar pergi jauh entah kemana, nyaris tak terdengar, tetapi ia bisa saja di dekat kita, di dalam rumah kita.