PENGELOLAAN AGROFOREST DI
MASYARAKAT (1)
Pergeseran Kearifan Lokal Dalam
Membentuk Sistem Agroforest
Beragam suku
bangsa di pulau sumatera memiliki sistem pembukaan lahan hutan untuk
kelangsungan hidup mereka. Di masa lalu membuka hutan dengan azas keharmonisan,
lahan yang telah dibuka di tata kembali dengan menanam tanaman serbaguna
sehingga membentuk hutan buatan baru. Desa-desa dipinggiran hutan alam tertata
dimulai dari lahan pemukiman, persawahan, perkebunan dan hutan alam.
Bentangan alam
pada lahan pemukiman dan persawahan relative datar, sedangkan lahan perkebunan
dimulai dari areal perbukitan sampai ke dataran yang lebih tinggi. Perkembangan
peradaban manusia hampir disetiap pedesaan menunjukkan bahwa untuk lahan
pemukiman dan persawahan relative tidak bertambah luasnya, sedangkan sebaliknya
lahan perkebunan terus bertambah luasnya, dan dengan jelas dapat kita simpulkan
bahwa untuk memenuhi peningkatan lahan perkebunan tersebut yaitu dengan membuka
kawasan hutan.
Sistem klasik secara
umum perkebunan masyarakat pedesaan, khususnya di provinsi Aceh yaitu dengan
menanami tanaman serbaguna seperti; pinang, meninjo, kemiri, durian, asam gelugur,
cengkeh, kopi, kayu manis, jeruk manis, pokat (dataran tinggi), pala (pantai
barat) lada, aren, sagu, pohon sentang dan bayu. Kebun di pekarangan rumah
lebih didominasi dengan tanaman buah produktif dan tanaman obat-obatan serta
bahan untuk bumbu sayuran seperti; belimbing sayur, mangga, langsat, rambutan,
jeruk manis, jeruk nipis, kelapa, pinang, temerui, sirih, kunyit, jahe dan
lengkuas serta tanaman serbaguna lainnya.
Sejak diperkenalkan
sisten perkebunan moderen oleh negara Kolonial Belanda , telah terjadi
pergeseran sistem perkebunan masyarakat dari tanaman heterogen menjadi tanaman homogen,
kebun-kebun rakyat saat ini didomisasi hanya satu atau dua tanaman saja, yaitu
karet dan coklat, selanjutnya perkembangan terbaru tanaman yang mendominasi
perkebunan rakyat yaitu kelapa sawit dan tanaman ini telah mengepung seluruh
wilayah provinsi Aceh dari pesisir pantai timur dan barat menuju ke dataran
tinggi.
Pintu Rimba
Pintu rimba (Aceh: pinto rimba, Gayo: pinto rime)
adalah sebuah makna dalam peradaban masyarakat di Aceh sebagai pedoman hidup
mereka mengelola kawasan perkebunan dan hutan alam. Pada batas-batas desa mereka
dengan hutan terdapat beberapa titik yang ditentukan oleh adat sebagai pintu
rimba, secara umum dapat dijelaskan bahwa pintu rimba tersebut adalah tapal batas
antara peradaban masyarakat dengan peradaban yang lebih luas yaitu seluruh makhluk
hidup yang berada didalam hutan.
Penjelasan lebih
lanjut mengenai pintu rimba tersebut bermakna dan memiliki dasar hukum adat
bahwa bagi masyarakat dilarang keras untuk membuka lahan hutan melebihi titik
penentuan batas yang ditetapkan sebagai pintu rimba, sesuai kebutuhan masyarakat
secara bersama, pintu rimba tersebut dapat digeser/ dipindahkan untuk perluasan
lahan perkebunan tentu saja melalui kesepakatan/ musyawarah masyarakat desa. Sistem
hukum adat tersebut saat ini telah hampir punah dan sangat jarang dipatuhi oleh
masyarakat Aceh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar