Profil Bale Juroeng
Bale Juroeng
Aktivitas Bale Juroeng
Bale Juroeng dalam melakukan aktivitas kegiatannya, menjunjung tinggi kearifan lokal, tidak melanggar etika beragama, budaya, suku dan antar golongan, bekerja sesuai kemampuan sumber daya manusia yang kami miliki, dan memastikan pekerjaan tersebut dapat bermanfaat bagi kelestarian lingkungan dan budaya di wilayah kerja.
Tujuan Kami
- Mendukung rakyat dan masyarakat serta negara untuk menentukan masa depan pengelolaan lingkungan dan budaya secara berkelanjutan.
- Memastikan bahwa setiap kegiatan dari dana hibah berjalan sesuai perencanaan sehingga bermanfaat bagi lingkungan yang tepat dan kegiatan tersebut dijalankan sesuai dengan arahan lingkungan, tata cara, sifat sosial dan budaya lokal.
23 Februari 2009
MENGOLAH PUPUK ORGANIK
Daun Kering, Ranting dan Pemangkasan Rumput
Dalam kawasan hutan tersisa di Kota Langsa seluas 10 Ha, sumber bahan baku untuk membuat pupuk organik cukup tersedia, daun kering setiap hari berguguran, ranting-ranting tertiup angin dan jatuh ke tanah, sebulan dua kali relawan Bale Juroeng memangkas rumput dalam rangka merawat Hutan Kota Langsa, semua dikumpulkan untuk dijadikan pupuk organik sebagian dipakai sendiri untuk memupuk tanaman di hutan kota, sebagian lainnya di pasarkan terbatas di sekitar Kota Langsa.
Pemasukan dari penjualan pupuk organik tersebut sebagian besar dipergunakan untuk kegiatan perawatan tanaman di hutan kota serta pembelian konsumsi bagi segenab relawan Bale Juroeng. Pupuk organik produksi Bale Juroeng adalah bagian dari upaya-upaya penggalangan dana untuk menutupi pengeluaran swadaya dari kegiatan merawat Hutan Kota Langsa, beginilah salah satu cara para aktivis lingkungan yang tergabung dalam LSM Bale Juroeng menyiasati pengeluaran rutinitas setiap bulannya.
Pupuk Organik
Pupuk organik merupakan pupuk yang dibuat melalui proses permentasi secara alami dan sangat mudah dikerjakan, pada dasarnya kearifan lokal masyarakat petani Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan pupuk organik, sebut saja pupuk kandang adalah murni pupuk alami yang diproses dari kotoran hewan dan terbukti sampai sekarang masih banyak digunakan oleh masyarakat petani di kepulauan Nusantara, demikian juga pada masyarakat pedesaan sampai sekarang banyak membuat pupuk organik dari sampah produksi disekitar rumah seperti sisa sayuran, ampas kelapa, daun kering dan ranting-ranting dengan mengumpulkannya kemudian dimasukkan ke lubang sampah untuk ditimbun dan dibiarkan selama kurun waktu tertentu (3 bulan dan 6 bulan). Adi Nasir
16 Februari 2009
HUTAN SUMBER ILMU PENGETAHUAN
Sarana Pendidikan
Manusia mebutuhkan pendidikan dalam kehidupannya, melalui pendidikan setiap orang dapat mengembangkan potensi dalam dirinya melalui serangkaian proses pembelajaran yang telah diakui secara luas oleh masyarakat.
Prinsip dasar pendidikan adalah belajar, dengan belajar akan diperoleh tambahan ilmu pengetahuan, dimulai dari tidak mengetahui menjadi mengetahui sehingga ilmu yang dipelajari dalam arti positif dapat bermanfaat untuk manusia dan makhluk hidup lainnya.
Alam beserta isinya adalah sumber-sumber ilmu pengetahuan dan harus terus dipelajari sepanjang hayat hidup setiap generasi umat manusia.
Hutan sebagai salah satu bagian dari isi alam ini, adalah sumber-sumber ilmu pengetahuan yang belum semua diketahui manusia, bahkan walaupun sebagian besar kawasan hutan terus merosot tajam tetapi hutan tetap tetap memberikan manfaat yang signifikan bagi manusia dan makhluk hidup lainnya, dan hal tersebut menuntut kita sebagai manusia untuk menggali ilmu pengetahuan dalam kawasan hutan.
Hutan Kota Langsa, Sarana Informal Untuk Pendidikan
Gedung sekolah merupakan sarana/ tempat formal bagi siswa untuk memperoleh pendidikan, di ruang belajar setiap siswa pada masing-masing tingkatan jenjang belajar akan memperoleh ilmu pengetahuan baik melalui buku-buku pelajaran atau melalui uji coba ilmu dari teori dalam bentuk praktikum, sistem belajar ini telah baku berjalan dilain pihak aktivitas belajar dan mengajar diluar gedung sekolah masih sangat kurang didapat oleh pelajar
Salah satu cara untuk menambah materi pendidikan penelitian di lapangan, khususnya terhadap materi pelajaran pendidikan lingkungan bagi pelajar dapat diperoleh dengan mengunjungi Hutan Kota Langsa. Dalam kawasan seluas 10 ha, di Kelurahan Paya Bujuk Seuleumak, Kota Langsa telah memenuhi syarat dan memiliki sumber ilmu pengetahuan untuk dipelajari oleh pelajar.
Walaupun masih banyak fasilitas yang harus dibenahi, akan tetapi hutan kota telah sering dipergunakan oleh pelajar dalam lingkup Kota Langsa dari Taman Kanak-kanak sampai Sekolah Mengah Atas bahkan juga dipakai oleh mahasiswa Universitas Samudra Langsa.
Pada tanggal 14 Februari dan 15 Februari 2009 siswa dan siswi SMA Negeri 4 Langsa berjumlah 50 pelajar dan dibimbing oleh seorang guru mereka mengunjungi Hutan Kota Langsa berwisata sambil belajar dengan serangkaian pembelajaran yaitu mencatat jenis pohon-pohon, hewan, serta fungsi dari hutan ini, selanjutnya masih pada tanggal 15 Februari 2009 terdapat beberapa pelajar dari SMA Negeri 1 Langsa juga menimba ilmu dengan mempelajari sistem kerja pembuatan pupuk organik dan membawa bebarapa sampel daun dari berbagai jenis pohon untuk didiskusikan dengan guru biologi mereka.
Sebenarnya jika kegiatan swakelola yang dilaksanakan LSM Bale Juroeng ini bisa difasilitasi oleh pemerintah, organisasi, lembaga dan individu tentu saja sejumlah prasarana pendukung akan lebih cepat terealisasikan dan dimasa mendatang Hutan Kota Langsa akan lebih memberikan andil untuk tempat menimba ilmu pengetahuan bagi pelajar khususnya dan masyarakat umumnya.
LSM Bale Juroeng telah bekerja sama dengan saudara Ir. Efendi Manaf, MBA yaitu Tim Analisa Kinerja Pejabat Pemrov NAD untuk memperoleh dana Hibah murni dari Multi Donor Found (Word Bank), semoga usaha beliau bisa terwujud.
Iskandar Haka
ALAT TRADISIONAL MASYARAKAT ACEH MEMERAS TEBU
Nyeuh Teubee
Ada 2 alat tradisional memeras tebu di Aceh yaitu weng teubee dan nyeuh teubee, seiring perkembangan waktu pada saat sekarang hanya nyeuh teubee yang masih sering kita lihat di Aceh dipergunakan oleh masyarakat untuk mendapatkan air tebu, sehingga informasi mengenai alat tradisional memeras tebu ini akan di fokuskan pada penulisan nyeuh teubee.
Weng teubee adalah alat tradisional untuk memeras tebu digerakkan dengan memakai hewan seperti kerbau dan lembu, alat ini pada masa lalu untuk mengolah air tebu dalam jumlah besar untuk di proses lanjutan menjadi gula semut.
Nyeuh teubee adalah alat tradisional sederhana masyarakat Aceh untuk memeras tebu dalam jumlah terbatas dan digerakkan oleh manusia, air tebu hasil perasan biasanya diminum langsung.
Cara Kerja Nyeuh Teubee
Prinsif kerja nyeuh teubee sangat mudah, setiap manusia bisa menggunakannya dapat dilakukan sendiri atau berdua. Tebu-tebu terlebih dahulu dipersiapkan jika kita akan memeras airnya, seteh dibersihkan dan dipotong sesuai ukuran, biasanya panjang 1 meter, kemudian tebu tersebut dijemur kurang lebih selama 2 jam agar tidak rapuh.
Ambil 1 batang tebu setelah melalui proses penjemuran pegang salah satu sisinya, kemudian ujung tebu sisi lain letakkan pada bidang datar nyeuh teube, tongkat pengungkit diangkat ke atas, selanjutnya tekan tongkat pengungkit untuk menekan tebu perlahan-lahan sambil menggeser tebu pada bagian-bagian yang belum ditekan, lakukan berulang-ulang sampai seluruh sisi tebu telah ditekan, pada saat proses pemerasan tersebut air tebu akan turun mengalir melalui bidang kerucut alat tersebut menuju ke bawah ketempat penampungan yang telah disediakan.
Kaki kita bisa turut membantu mempercepat proses pemerasan batang tebu yaitu dengan cara memberi tambahan tongkat pengungkit di kaki dihubungkan dengan tali pada tongkat pengungkit pada tangan. Setelah tebu yang kita peras menjadi pipih, ke dua ujung tebu dilipat menjadi dua bagian, kemudian sisi ujung yang tidak menyatu ditekan kuat-kuat pada bidang datar dengan tongkat pengungkit, masukkan kayu ukuran kecil pada sisi lipatan tebu kemudian putar tebu dengan memelintirkannya sampai benar-benar airnya terperas habis.
Jika kita melakukan perjalanan darat di seluruh Aceh, maka kita akan menemukan banyak tempat dipinggir sepanjang jalan negara baik di pantai timur maupun pantai barat Aceh akan menemukan masyarakat Aceh menjual air tebu dengan memakai alat peras nyeuh teubee. Peras tebu berarti memeras keringat untuk mendapatkan tambahan ekonomi rumah tangga nah selamat mencoba memeras dan minum air tebu.
12 Februari 2009
TAMBAK PARIT (SYLVOFISHERY)
Gambaran Umum
Tambak parit (Sylvofishery) adalah suatu kegiatan terpadu antara budiaya perikanan (ikan, udang dan kepiting) dengan kegiatan pemeliharaan dan upaya pelestarian hutan mangrove.
Tujuan dari pembuatan tambak parit adalah untuk mencegah semakin meluasnya kerusakan hutan bakau/mangrove, dan untuk mengembalikan serta melestarikan ekosistem air payau dan jalur hijau pantai, melalui pemanfaatan lahan sehingga dapat memberikan manfaat maksimal bagi lingkungan ekosistem mangrove.
Inti dari pengenalan pembuatan tambak parit/ sylvofishery/ wanamina adalah untuk merubah bertahap model tambak tradisional/ tambak konvensional dimana bentangan lahan pada tambak sangat terbuka atau hampir tidak memiliki pohon mangrove menjadi tambak yang ditata dengan penanaman pohon mangrove.
Teknik Pembuatan Sylvofishery
Pemilihan pembuatan tambak parit sebaiknya bukan dilakukan untuk membuka lahan baru pada kawasan ekosistem mangrove, akan tetapi dilaksanakan untuk merubah tambak konvensional yang telah ada di areal tertentu dan terutama tambak konvensional terlantar.
Setelah memilih dan menentukan lokasi tambak, tahapan selanjutnya adalah melakukan pengukuran, pembersihan lapangan, pembuatan saluran, pembuatan/perbaikan tanggul, pembuatan pintu air (daka) dan pembuatan caren (areal pemeliharaan ikan, atau di Aceh disebut kulam tebat).
Ringkasan pembuatan sylvofishery yaitu pengukuran lokasi meliputi luas areal, bentuk tambak, penentuan saluran, letak dan ukuran pintu air, tanggul, lebar dan dalam caren serta luas peltaran tambak. Pembersihan lapangan bertujuan untuk memudahkan pembuatan tambak, kemudian pembuatan saluran dibuat dengan menyesuaikan kedalaman tambak agra distribusi air lancar baik pada saat kondisi pasang surut air laut, sehingga diperlukan data tinggi dan rendah pelataran tambak, dasar pelataran yang baik yaitu 40 cm dibawah permukaan air pasang rata-rata, kedalaman karen atau parit keliling adalah 40 cm dibawah pelataran tambak (areal tanaman bakau), kedalaman saluran 15 cm lebih rendah dari kedalaman karen.
Pembuatan tanggul yaitu tanah galian pembuatan caren atau parit keliling di timbun di sisi luar saluran menjadi pematang/ tanggul mengelilingi seluruh petakan tambak parit, selanjutnya pembuatan pintu air dibuat dengan bahan kayu atau pipa paralon (pvc) standar disesuaikan dengan perbedaan pasang surut air laut, contoh jika perbedaan pasang surut 1,6 sampai 1,2 meter, maka pintu air dibuat setinggi 1,5 – 3 meter. Pembuatan caren (areal pemeliharaan ikan) standar yaitu lebar 5 meter atau lebih atau mengelilingi pelataran tambak, jika luas tambak 1 hektar maka luas caren berkisar 2800 – 3000 M2 atau minimal 30 % dari luas tambak atau disesuaikan dengan kontur tanah tambak.
Tambak Parit di Mangrove Information Center
Harus menjadi ingatan kita bahwa tambak parit sebaiknya dibuat dengan merubah tambak konvensional khususnya tambak terlantar di areal tertentu, pembuatan sylvofishery di Mangrove Information Center (MIC) desa Aramiyah, Kecamatan Birem Bayeun, Kabupaten Aceh Timur adalah sebuah usaha untuk menjadikan kawasan budidaya dan konservasi berjalan harmonis sehingga secara bertahap bisa memberikan pemahaman dan penyadaran terhadap perbaikan kawasan ekosistem mangrove di daerah tersebut.
Hasil yang diharapkan dari pembuatan tambak parit yaitu adanya penanaman bibit bakau di areal tambak konvensional, akan meningkatkan secara bertahap hasil budidaya perikanan air payau di masa yang akan datang dan akan berjalan bersamaan dengan perawatan bibit mangrove, sehingga terdapat dua buah harapan atau optimisme keberhasilan budidaya sekaligus keberhasilan rehabilitasi hutan mangrove.
Diakonie Katastrophenhilfe (DKH) sebuah NGO yang berasal dari Jerman telah memberikan hibah kepada LSM Bale Juroeng untuk melaksanakan pembuatan suatu kawasan terpadu yang disebut Mangrove Information Center (MIC) dan dalam kegiatan ini terdapat pembuatan tambak parit (sylvofishery) sebagai pilot project bagi pengembangan kegiatan merubah tambak konvensional menjadi tambak parit bagi masyarakat pemilik lahan tambak terlantar di sekitar desa Aramiyah khususnya dan Kabupaten Aceh Timur umumnya.
Joni Seminarta, SP
09 Februari 2009
MANGROVE INFORMATION CENTER (MIC)
Mangrove di Aceh
Mangrove di Indonesia dikenal dengan nama pohon bakau adalah jenis tegakan pohon yang tumbuh di daerah tropis pesisir pantai. Pohon bakau atau di daerah Aceh disebut dengan bak bangka merupakan jenis tanaman pohon pantai yang menandakan timbal balik kehidupan masyarakat nelayan dengan lingkungan tempat tinggal mereka. Indonesia dengan luas hutan pantai mencapai 4 juta hektar di perkirakan memiliki hutan mangrove terluas di dunia, dan di perkirakan hanya menyisakan tidak lebih dari 15 % dari kawasan tersebut relatif masih dalam kondisi baik. Ada banyak pendapat ahli botani untuk menyebutkan jumlah species mangrove dan secara umum ada 52 jenis mangrove di dunia saat ini.
Daerah sebaran hutan mangrove di Indonesia tersebar dari Sabang sampai Mauroke, dan hanya sedikit menyisakan tegakan relatif masih baik , diantaranya di pulau Sumatera hutan asli mangrove tersisa yaitu di pantai timur dan barat Aceh, pantai timur Langkat-Sumatera Utara, pesisir pantai Riau, Jambi, Sumatera Selatan dan menipis penyebarannya di provinsi Lampung, sedangkan di pantai barat pulau Sumatera tegakan asli hutan mangrove hanya di pulau-pulau Samudra Indonesia dengan kondisi relatif masih baik, yaitu di pulau Simeulu-Aceh, Nias-Sumatera Utara dan Kepulauan Mentawai.
Pesisir pantai Aceh Timur, Langsa dan Aceh Tamiang adalah surga nya tanaman mangrove di pesisir pantai Aceh, tidak kurang dari 76.000 ha luas kawasan hutan mangrove di ke tiga daerah tersebut dan memiliki 40 jenis koleksi tanaman mangrove, tetapi ini cerita di masa lalu, sekarang kondisi hutan mangrove di daerah ini hanya menyisakan 10 % tegakan hutan mangrove masih dalam kondisi relatif baik, kerusakan hutan mangrove di daerah ini di awali dengan produksi arang bakau yaitu tepatnya di tepian alur Rantau Panyang Bayeun-Aceh Timur pada tahun 1922 telah berdiri “Dapur Arang”, secara signifikan dapur arang memang bukan penyebab utama kerusakan hutan mangrove, akan tetapi pembukaan tambak konvensional di tahun 1980-an secara besar-besaran lah penyebab utama kehancuran hutan mangrove di daerah ini, pembukaan tambak tersebut juga penyebab utama kehancuran hutan mangrove di seluruh Indonesia.
Mangrove Information Center (MIC)
Ada kata bijak bagi relawan lingkungan "mulailah berbuat sesuatu untuk memperbaiki pengelolaan lingkungan, sekecil apapun aktivitas kita pasti pada suatu saat akan memberikan hasil di masa mendatang“, mulailah..... artinya jangan menunda, dan selanjutnya pada kawasan seluas 10 ha di desa Aramiyah, Kecamatan Birem Bayeun, Kabupaten Aceh Timur atas dana Hibah Diakonie Katastrophenhilfe (DKH) Germany dalam program Rehabilitasi dan Rekonstruksi paska bencana tsunami di Aceh-Nias kami LSM Bale Juroeng dipercayakan untuk melaksanakan kegiatan perbaikan hutan mangrove dengan konsep pendirian Mangrove Information Center (MIC).
MIC adalah Pilot Project dengan tujuan mengelola hutan mangrove secara berkelanjutan dalam suatu kawasan terpadu, secara umum di lokasi ini secara bertahap akan memiliki koleksi 40 jenis tanaman mangrove asli hutan Aceh dan terdapat 1 ha lahan tambak parit (sylvofishery) yaitu tambak berwawasan ramah lingkungan yang jauh berbeda dengan tambak konvensional dimana cendrung lahan tambak bebas dari tumbuhan mangrove, diganti dengan model tambak berupa alur-alur/parit yang di tanami dengan pohon bakau di sisi kiri dan kanan bantaran parit sehingga 40 % sampai 50 % tambak ditanami tanaman bakau.
Iskandar Haka
28 Januari 2009
Manfaat Mengelola Hutan Kota
MANFAAT PENGELOLAAN HUTAN KOTA LANGSA
Mukadimah
Perkembangan sebuah kota ditandai dengan bertambahnya jumlah populasi penduduk, diikuti dengan bertambahnya sarana pendukung seperti pembangunan perumahan, jalan, perkantoran dan pertokoan.
Akibat nyata dari perkembangan sebuah kota yaitu terjadinya perubahan-perubahan terhadap lingkungan sekitar kota tersebut akhirnya berhubungan erat dengan kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya.
Dasar penataan tata ruang Kota Langsa telah dibuat oleh pemerintah Kolonial Belanda, di rancang untuk sesuai kebutuhan untuk jangka panjang, sehingga sampai sekarang kota ini relatif masih memenuhi syarat sebagai kota yang nyaman dan asri untuk di diami.
Sejak tahun 2001, Kota Langsa telah menjadi daerah pemerintah otonom hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Timur, dengan demikian tata ruang wilayah kota ini juga menjadi otonom, tetapi penyusunan perencanaan untuk masa depan nya harus tetap berhubungan dengan perencanaan tata ruang Kabupaten Aceh Timur.
Hutan Kota Langsa adalah salah satu potensi yang luput dari pengamatan penyusunan awal untuk direncanakan sebagai fasilitas ruang terbuka hijau di Langsa, terletak di Kelurahan Paya Bujuk Seuleumak, Kecamatan Langsa Baro dengan luas areal 10 hektar dan menyisakan sedikit tegakan beberapa jenis tanaman hutan di daerah Aceh.
Sebelum terbentuk Kota Langsa, pada tahun 2000 Hutan Kota Langsa telah di kelola oleh LSM Bale Juroeng dengan perencanaan jangka panjang untuk dipersiapkan menjadi Kebun Raya Langsa (Lampoh Raya Langsa) atau Langsa Botanical Garden, sehingga di masa depan kawasan hutan tersisa tersebut menjadi salah satu kawasan hutan dengan koleksi berbagai jenis tanaman hutan tropis terutama yang berasal dari Hutan Aceh.
Pengelolaan Hutan Kota Langsa
Dengan Fungsi Fisik Hutan Kota Langsa secara nyata dapat menjamin kestabilan iklim mikro di Kota Langsa, Khususnya di Kecamatan Langsa Baro dan Kecamatan Langsa Barat, selain bermanfaat menjaga sumber air bersih, hutan kota tersebut juga memiliki fungsi sebagai pencegah intrusi air laut, tempat pengungsian satwa, sumber beberapa jenis bibit tanaman hutan Aceh, penahan terpaan angin untuk daerah sekitarnya.
Secara universal dikatakan bahwa jika sebuah kota memiliki hutan kota menandakan bahwa kota tersebut di huni oleh kumpulan masyarakat yang berbudaya, dengan demikian Hutan Kota Langsa memiliki Fungsi Sosial, di masa depan dengan pengelolaan dan perencanaan matang fungsi sosial untuk masyarakat Kota Langsa ini akan berkembang menjadi fungsi sosial untuk masyarakat Aceh secara keseluruhan.
Manfaat ekonomi dari lahan Hutan Kota Langsa dengan luas hanya 10 hektar saja telah dapat dirasakan, sebut saja masyarakat sekitar dapat memakai air bersih akibat adanya hutan kota tersebut, kemudian dalam jumlah terbatas hutan ini juga tempat bersarangnya lebah madu yang bisa di panen secara berkelanjutan, hutan ini juga menyimpan koleksi tumbuhan obat-obatan seperti pohon tongkat ali (pasak bumi), Aglaonema rotundum juga mengoleksi jenis tumbuhan untuk penyedap masakan seperti; daun salam dan daun temeruy, dengan demikian hutan kota juga memiliki Fungsi Ekonomi.
Fungsi Fisik, Fungsi Sosial dan Fungsi Ekonomi dari Hutan Kota Langsa ini dapat dikembangkan menjadi sebuah potensi untuk memperoleh tambahan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Langsa khususnya dan PAD Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) umumnya di masa yang akan datang jika pengelolaannya mendapatkan hibah dari pemerintah, lembaga, organisasi dan individu baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Skenario Hutan Kota Langsa
Dengan luas lahan hanya 10 ha, tentu hutan ini tidak memenuhi syarat untuk dijadikan Kebun Raya Langsa, untuk keperluan tersebut minimal harus tersedia lahan seluas 30 Ha, sehubungan dengan hal tersebut telah di rencanakan untuk menambah lahan seluas 20 Ha melalui kerja sama dengan PTP Nusantara 1 untuk menyerahkan bertahap lahan HGU mereka yang berada di sekitar Hutan Kota Langsa, beberapa petunjuk perundang-undangan bisa dipakai sebagai rujukan untuk kegiatan ini.
Pembangunan saran dan prasarana seperti; jalan setapak, nursery, kantor, mushala, kamar mandi (mck), pagar dan lain-lainnya di areal Hutan Kota Langsa merupakan kegiatan pendukung untuk mempercepat terbentuknya Kebun Raya Langsa sehingga Kota Langsa akan tercitrakan sebagai Kota Berbudaya.
Pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitar akan mengikuti pertumbuhan pengelolaan Hutan Kota Langsa, dengan semakin banyaknya pengunjung menuju hutan kota maka terbuka kesempatan kerja (relawan) dari masyarakat sekitar, membuka warung (penataan) dan toko sovenir.
Suatu hal menjadi target pengelolaan hutan kota yaitu tempat ini akan menjadi sumber bibit hutan Aceh di masa yang akan datang, tempat melakukan penelitian, pendidikan alam dan olahraga serta tempat rekreasi.
TERIMA KASIH UNTUK SAHABAT
Dari berbagai aktivitas LSM Bale Juroeng untuk mengkampanyekan pengelolaan lingkungan hidup dan budaya adalah media, baik cetak maupun elektronik merupakan sarana efektif untuk mencapai apa yang kita iginkan. http//balejuroeng.blogspot.com hasil rancangan Hariyono (Wietno) adalah hadiah istimewa bagi Bale Juroeng sekaligus menjadi beban bagi kami untuk mengisi dengan berbagai tulisan yang menarik untuk dibaca dan bisa memberikan tambahan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Launching blogspot ini bersamaan dengan dipostingkan ucapan terima kasih seluruh Relawan Bale Juroeng kepada sahabat kami Hariyono, sebagian dari pendiri Bale Juroeng dan relawan nya adalah sahabat lama dengan beliau di Kota Langsa-Aceh.
Akhir kata kepada Allah kami memohon petunjuk agar Blog ini bisa menjadi media efektif bagi kita semua untuk menyadari bahwa kita “manusia” adalah khalifah di muka bumi ini, dan kepada Allah juga kami memohon ampun karena kekurangan yang dimiliki makhluk ciptaan Nya, semoga sumbangsih Hariyono mendapat pahala dari Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Amin.
Manajemen Bale Juroeng
Untuk Sahabat Bale Juroeng
Assalammualaikum wr.wb.
Dengan mengucap Bismillahhirahmannirahim, Blog tentang Bale Juroeng saya peruntukkan untuk Sahabat-sahabat saya yang telah merintis, mendirikan dan menjalankan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat di bidang Pelestarian Hutan dan Lingkungan Hidup .
Salah satu bentuk nyata yang telah dilakukan adalah terciptanya lahan lebih kurang 100 Ha sebagai Taman Kota Langsa dengan melestarikan dan melindungi Flora dan Fauna yang ada didalamnya.
Bahkan Bale Juroeng telah dan akan terus ikut membantu Pemerintah untuk menanam kembali Hutan Bakau yang telah rusak akibat Ulah Manusia dan akibat bencana Tsunami.
Mudah-mudahan blog ini sedikit akan membantu kepada Sahabat2 di Bale Juroeng untuk terus memperkenalkan kepada kita semua dan tentunya kepada Dunia Program2 yang terus dan akan dilakukan.
Lebih penting dari itu, di Kota Langsa telah hadir sebuah Kebun Raya yang terhampar Luas dengan keaneka ragaman Hayati Didalamnya. Semoga blog ini bermanfaat untuk semua, amin.
Alhamdulillah Blog tersebut telah diberi nama : www.balejuroeng.blogspot.com
bagi sahabat-sahabat yang ingin menulis bisa mengirimkan artikel kepada saudara Iskandar Haka dengan email ihaka@balejuroeng.org
Wassalam.
Hariyono ( Wietno )
Jeungki
“JEUNGKI”, ALAT TRADISIONAL MASYARAKAT ACEH UNTUK MENUMBUK
Jeungki adalah suatu alat tradisional masyarakat Aceh untuk menumbuk padi, dan sering juga dipergunakan untuk menumbuk kopi.
Ada 2 (dua) jenis cara pengo[perasian jeungki yang dikenak oleh orang Aceh, yaitu;
1. Jeungki yang digerakkan oleh manusia.
2. Jengki Ie yang digerakkan memakai kincir air.
Pada posting ini penulisan akan di fokuskan kepada jeumgki yang digerakkan oleh manusia.
Jeungki memenuhi syarat-syarat dasar kerja suatu alat teknologi sederhana, secara umum komponen utamanya terbuat dari kayu. Ada 3 komponen utama sebuah jeungki yaitu; jeungki, alu dan lesung.
Output hasil produksi pengolahan jeungki;
Input Proses Output
Padi Jeungki Beras
Input Proses Output
Beras Jeungki Tepung
Input Proses Output
Kopi Jeungki Bubuk Kopi
Uraian singkat sebuah jeungki yaitu; digerakkan dengan kaki, titik tumpang lebih keujung pengungkit sehingga memberikan pukulan yang lebih keras, diujung pengungkit dipasang suatu kerangka terdiri atas dua bagian tegak lurus yang dihubungkan oleh kayu as (penggerak) harizontal sehingga jeungki akan naik dan turun, diujung sisi yang lain tempat dipasangkan alu (Aceh: alee) untuk menumbuk pada lesung.
Proses pengolahan padi; menjemur padi yang akan di tumbuk sesuai kebutuhan selama 4 jam, masukkan padi setengah muatan lesung, efektifitas untuk memakai jeungki dilaksanakan oleh 2 orang, satu orang menginjang ujung pengungkit jeungki dan satu yang lain menjaga muatan lesung.
Padi yang telah ditumbuk memakai alee seuneba dikumpulkan untuk di tampi sampai kulit ari padi terpisah dengan beras, setelah selesai proses tersebut selanjutnya yaitu mengganti alu seuneroh untuk memulai menumbuk kembali beras yang setengah bersih agar menjadi beras yang siap untuk di konsumsi atau di jual.
Semakin sering kita menggunakan jeungki, maka semakin mahir untuk menumbuk berbagai keperluan seperti menumbuk padi, tepun beras dan menumbuk bubuk kopi. Jeungki selama ini sudah semakin jarang digunakan untuk menumbuk padi karena telah banyak pabrik pengolahan padi mesinisasi hampir disetiap sentra penghasil padi.
Setiap bulan ramadhan datang, desa-desa di Aceh jeungki masih sering dipakai oleh masyarakat untuk menumbuk tepung dalam persiapan membuat kue lebaran.
SEJAK DINI MENJADI SAHABAT HUTAN ACEH
Dasar Menjadi Sahabat
Musuh gampang dicari, sahabat sejati sukar di dapat, pernyataan ini adalah realita dari kehidupan manusia, menjadi bersahabat dengan Hutan Aceh tentu di awali dengan mengenalnya.
Tak kenal maka tak sayang, dengan mengenal Hutan Aceh maka akan timbul rasa mencintainya, mencintai adalah wujud dari kasih dan sayang serta peduli untuk menjaga kelestarian Hutan Aceh.
Hutan Aceh terus menyusut keberadaannya, di konversi untuk banyak kegiatan pembangunan, di masa yang lalu penyebab kehancuran hutan di daerah ini terutama diakibatkan oleh kegiatan illegal logging maupun legal logging.
Pengetahuan tentang pengelolaan Hutan Aceh secara berkelanjutan sudah harus dicetuskan dalam bentuk “buku ajar pintar” bagi siswa pada jenjang pendidikan paling dasar dan dilakukan secara berkesinambungan dengan memakai teknik penyampaian yang menarik hati mereka.
Bersahabat Itu Perlu
Setelah keluarga kita, sahabatlah yang membantu kita di saat-saat mengalami kesusahan, walaupun sahabat sejati sangat sukar dicari tetapi usaha-usaha untuk bersahabat perlu terus diupayakan.
Jika ada kedamaian akan banyak muncul persahabatan, sesungguhnya Damai Itu Indah, Hutan Aceh menyimpan keindahan dan kedamaian, menyimpan koleksi bunga raflesia dan bunga bangkai, orangutan adalah sisa jenis primata yang perlu di lindungi, Danau Laut Tawar merupakan cadangan air, sumber ikan air tawar (ikan depik khas Gayo), sungai Alas merupakan surganya bagi penggemar arung jeram. Menjadi sahabat Hutan Aceh berarti telah ada upaya kita bersama untuk menjaganya sekaligus hewan-hewan yang masih tersisa terus dapat bertahan hidup, Hutan Aceh merupakan surga terakhir di dunia untuk tempat tinggal mereka.
(M. Adi Naser, SE, Pendiri Bale Juroeng)
23 Januari 2009
Hutan Kota Langsa
Langsa 18 Januari 2009, matahari bersinar terang dan sudah 3 hari keluar dari hujan yang terus menerus membasahi kota ini. Hutan Kota Langsa adalah kumpulan hutan seluas 10 ha di Paya Bujuk Seuleumak, di sini airnya begitu bening, udara segar, kicauan burung tak henti-henti berbunyi bercampur dengan suara kodok dan kura-kura jika mereka yang peduli terhadap lingkungan tentu merasa betah bermalas-malasan di hutan ini.
Suara azan Dzuhur terdengar mengumandang, terlihat 4 personil LSM Bale Juroeng berhenti dari aktivitas mereka merawat Hutan Kota Langsa. Kegiatan rutin ini sudah menjadi hal yang biasa bagi segenab relawan khususnya di hari minggu full time di hutan ini, untuk urusan beribadah merupakan satu-satunya kegiatan yang wajib berhenti dari semua aktivitas, setelah sholat dilaksanakan untuk urusan konsumsi personil Lembaga Swadaya Masyarakat ini tidak merupakan tantangan karena di kantor mereka yang sederhana telah tersedia beras, mie instan, kacang hijau dan banyak lagi.
Sekilas apakah semuanya di masak dengan kompor gas atau menggunakan kompor bahan bakar minyak lampu, ternyata tidak demikian, mereka memasak di hutan ini memakai kompor yang diberi nama Save80 Stove dengan bahan bakar kayu. Oh itukan LSM lingkungan kok memasak dengan kayu, yah banyak warga Langsa terkejut jika melihat mereka memasak ternyata kompor mereka benar-benar kompor ajaib, untuk memasak air sebanyak 6 liter mereka hanya memerlukan ranting kayu kering hanya seberat 2 ons saja, dan untuk memasak nasi kompor tersebut hanya membutuhkan 3 ons ranting kayu dan kira-kira 20 atau 25 menit kemudian nasi sudah siap disantap, yang lebih luar biasa kompor tersebut juga memiliki komponen tambahan untuk menyimpan air dan nasi tetap hangat selama 8 jam.
Memang kompor Save80 tersebut bukan dibuat di Indonesia, tetapi di produksi di Jerman oleh Climate Change yaitu sebuah perusahaan industri skala rumah tangga di Jerman yang selama 15 tahun melakukan uji coba sampai kompor tersebut siap dipasarkan dengan jumlah terbatas dalam rangka penghematan pemakaian bahan bakar baik yang berasal dari fosil maupun kayu dan batu bara. Lewat jaringan kerja LSM Bale Juroeng di Jerman yaitu Diakonie Katastrophenhilfe-Germany (DKH) kami dipercakan untuk mengimpor kompor tersebut dalam rangka kegiatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi wilayah Aceh-Nias dan dibagikan kepada masyarakat korban bencana lewat LSM lokal yang menjadi mitra mereka.
Jika teman-teman alumni SMA negeri 1 Langsa, kebetulan yang berada di luar kota tercinta kita ini lagi pulang kampung, jangan lupa untuk melihat hutan tersisa di dalam kota Langsa tersebut, dan jika membawa ikan segar atau ayam untuk dipanggang maka kompor Save80 siap membantu melejatkan apa pun yang dipanggang. Kami tunggu sahabat-sahabat.
Launching Blog Bale Juroeng
Peluncuran Blog Bale Juroeng
Kami pernah menerbitkan Buletin “Mata Air” yang terbit dwi bulanan dibagikan gratis secara terbatas kepada masyarakat di seluruh Indonesia. Seperti Mata Air sumber Kehidupan begitulah harapan kami atas di luncurkan http//balejuroeng.blogspot.com ini, kami menyadari dengan kekurangan kodrat manusia tentu saja kami mengundang seluruh lapisan masyarakat untuk bergabung memberikan tulisan membangun mengenai pengelolaan lingkungan secara harmonis dan berkelanjutan.
Kami bekerja secara sukarela dan berusaha untuk menghindari konflik vertikal maupun konflik harizontal dalam menyikapi pengelolaan lingkungan, untuk itu setiap tulisan dan photo yang kami terima tidak disertai dengan permusuhan suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) serta tulisan dan gambar yang dikirim tidak diberikan imbalan dan tidak merupakan suatu tulisan milik orang lain yang disadur tanpa izin dari penulis dan pemilik gambar.
Bale Juroeng tidak bertanggung jawab secara hukum jika dikemudian hari terdapat tuntutan dari tulisan dan gambar yang di kirim kepada kami dari Pemiliknya yang sah dari karya tersebut, karena Bale Juroeng sangat menghormati hak cipta.
Logo Bale Juroeng
Makna Logo Bale Juroeng
Logo Bale Juroeng di adopsi dari bentuk pohon bakau/ mangrove yang tumbuh di habitat air payau. Hutan mangrove adalah hutan yang pertama sekali dikenal oleh manusia sekaligus kawasan hutan ini yang pertama sekali hancur di muka bumi.
Sebenarnya, manusia sebagai Khalifah di muka bumi ini dapat mengelola lingkungan secara lestari, akan tetapi kita sering lupa dan lalai untuk menjaganya, dengan kemampuan sumber daya manusia yang terbatas Bale Juroeng berusaha mengingatkan dan mengkampanyekan pengelolaan lingkungan secara bijaksana, adil dan berkelanjutan.
Nama bale Juroeng
Bale Juroeng terdiri dari 2 (dua) suku kata dalam bahasa Aceh yang menunjukkan tempat.
Bale dapat diartikan yaitu: rumah panggung yang memiliki ruang terbuka, berdinding sebagian (orang duduk didalamnya akan terlihat dari luar) dipergunakan untuk tempat pertemuan, pengajian, penjagaan dan bersenda gurau.
Juroeng dapat diartikan yaitu: jalan masuk utama dan jalan-jalan kecil lainnya disebuah kampung (gampoeng) di Aceh.
Bale Juroeng dapat diartikan secara bebas yaitu: rumah panggung yang diletakkan di ujung jalan masuk sebuah perkampungan dengan fungsi untuk tempat bertanya, melapor dan pos penjagaan informal yang hampir setiap waktu masyarakat berada di dalamnya.
Mengambil makna kata Bale Juroeng artinya kami relawan peduli lingkungan yang berasal dari Aceh berupaya memberikan informasi lewat kampanye dan mengingatkan kepada kita semua cara-cara pengelolaaan lingkungan secara benar dan bertanggung jawab khususnya di daerah Aceh dan umumnya di Indonesia dan dunia ini.
Pendukung dan Relawan
Pendukung dan Relawan Lingkungan Bale Juroeng
Bale Juroeng adalah benar benar organisasi yang berbasis pada anggota dan relawan.
Bale Juroeng tidak menerima uang dari pemerintah, dunia usaha maupun individu, dan hanya mengandalkan sumbangan atau dana hibah untuk menjamin kemerdekaan beraktivitas.
Dukungan dari pendiri, anggota, relawan, sponsor dan teman memastikan LSM Bale Juroeng bisa melanjutkan kegiatan dibidang lingkungan hidup dan budaya.
Bale Juroeng juga pernah mendapatkan dukungan dari beberapa foundation di dalam dan luar negeri seperti Diakonie Katastrophenhilfi – Germany (DKH), Lauser Faudation (Yayasan Lauser International), dan sponsor lokal. Anggota dan Relawan kami, Foundation Faoundation serta sponsor lokal telah banyak berjasa dalam mendukung kami.
Kegiatan Bale Juroeng
Kegiatan LSM Bale Juroeng Berkelanjutan :
- Mengelola Hutan Kota Langsa seluas 10 hektar sejak tahun 2000 untuk dipersiapkan menjadi Langsa Botanical Garden, lokasi Langsa – Aceh.
- Memonitor perkembangan Reboisasi Pesisir Pantai Kuala Simpang Ulim, luas 45 hektar sumber hibah Diakonie katastrophenhifi – Germany (DKH)
- Memonitor dan Mengelola Pusat Informasi Mangrove seluas 8 Hektar di desa Aramiyah – Kecamatan Birem Bayeun – Kabupaten Aceh Timur, sumber hibah DKH.
- Pendampingan masyarakat di desa Batu Bedulang dalam mengelola hutan Gunung Sangkapane-Kabupaten Aceh Tamiang, sekaligus merawat jaringan pipa air sepanjang 1,5 km sistem gravitasi.