LSM BALE JUROENG MENDUKUNG
PEMERINTAH ACEH
PEMERINTAH ACEH
MEMBANGUN PEMBANGKIT LISTRIK PANAS
BUMI
Sehubungan
dengan berita Serambi Indonesia, Rabu 28 Desember 2016 tentang penolakan dari
Kartel Konsorsium LSM lingkungan di Aceh dan Sumatera Utara yang meminta Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menolak rencana Pembangunan Pembangkit
Tenaga Listrik dari Sumber Energi Panas Bumi di Kabupaten Gayo Lues dalam hal
ini kami dari LSM Bale Juroeng sangat menyayangkan penyampaian penolakan
pengembangan pembangkit listrik dari sumber daya alam yang terbarukan yaitu
dari panas bumi terlalu tergesa-gesa
serta tekanan dari Negara asing pemberi hibah.
Pembangunan
ketahanan listrik nasional dari sumber daya alam non fosil (terbarukan) adalah
mutlak perlu dikembangkan untuk mencukupi kebutuhan listrik Indonesia terutama
bagi Pemerintah Provinsi Aceh, memang benar dari beberapa calon lokasi panas
bumi di Kabupaten Gayo Lues berada pada zona inti KEL akan tetapi sesuai PP No.
108 Tahun 2015 memberi ruang untuk membangun listrik dari sumber energi yang
terbarukan pada Kawasan Taman Nasional, pada sisi yang lain Investor Hitary
Holdings dari Turkey telah menurunkan Tim Penelitian untuk mengkaji aspek
positif dan negative dari pembangunan tersebut.
Sebenarnya
yang menjadi perhatian kami dari rencana pembangunan pembangkit listrik
tersebut adalah keterbukaan informasi pemakaian teknologi yang akan dipakai dan
batasan spesifikasi kebutuhan tertentu pada tingkat level jabatan tenaga kerja
asing sehingga penguasaan transver teknologi dapat kita petakan sedini mungkin ,
setiap pembangunan tentu saja akan terjadi perubahan-perubahan dan setiap
perubahan yang baik harus memberikan pertumbuhan untuk kelestarian lingkungan
dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pada
kawasan inti dan penyangga di KEL yang berada di provinsi Aceh hidup 4 hewan
khas pulau Sumatera yang terancam punah yaitu gajah Sumatra, badak, harimau
Sumatra dan orangutan, hampir sebagian besar satwa tersebut keberadaannya
sangat tergantung dari keutuhan hutan di KEL, dalam menjaga kelangsungan hidup
4 satwa khas tersebut telah ada unsur pemerintah yang mengelolanya yaitu BTNGL
dan KSDA dan juga dari pengamatan kami pada masa orde baru telah ada unsur
LSM yang menerima dana hibah dari luar
negeri dalam jumlah besar untuk mengelola kelestarian KEL dan sejak 3 tahun berturut-turut belakangan ini
juga telah ada Kartel Konsorsium LSM yang menerima dana hibah dari beberapa
Negara untuk menjaga 4 satwa khas Sumatera, menurut hemat kami seharusnya
mereka berfokus saja menjalankan program penyelamatan 4 satwa khas sumatera dan
jangan berdalih seolah-olah pembangunan pembangkit listrik panas bumi adalah
factor penghambat program mereka.
Hypotesa
kami, tidaklah signifikan sumber energi yang terbarukan bisa mengalahkan pendapat
“ Orangutan minum susu instan sedangkan anak-anak yang tinggal di perkampungan
enclave di KEL hanya Minum susu dari Air Tajin”, bukankah pembangunan parit
sepanjang 23 km adalah solusi yang kurang tepat untuk mencegah gajah masuk ke perusahaan
HGU perkebunan kelapa sawit dan
pemukiman penduduk, bagi kami pembangunan parit tersebut adalah hanya
memindahkan lokasi baru terjadinya
konflik antara masyarakat dengan gajah Sumatra karena jalur jelajah mereka
telah terhambat, pada sisi yang lain dengan pembangunan parit tersebut jelas
sebagai suatu tanda untuk memudahkan akses satelit mata-mata asing memantau
lokasi-lokasi sumber tambang strategis di wilayah KEL seperti uranium dan
batuan magnit yang bisa dikembangkan untuk senjata laser.
Akhirnya
kami sampaikan dukungan kepada Pemerintah Aceh untuk pengembangan listrik
tenaga panas bumi di seluruh wilayah Aceh, kami mendorong agar pemerintah Aceh
berani berinvestasi untuk menyertakan saham terbesar disetiap pembangunan
listrik dari sumber daya energi yang terbarukan, dan kami rakyat kecil di
seluruh wilayah Aceh sangat mengharapkan dalam waktu cepat akan memperoleh fasilitas
listrik gratis karena kami yakin jika kelistrikan di Aceh telah surplus akan
menghasilkan PAD yang terbesar di masa depan untuk Pemerintah Provinsi Aceh .